PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) tengah menyiapkan penerbitan saham baru dengan skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue mencapai 10 miliar unit saham. Dua pemegang saham yang ada, PT Akulaku Silvrr Indonesia dan PT Gozco Capital siap menyerap.
Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan mengatakan, sebagian dana hasil aksi korporasi tersebut bakal untuk meningkatkan modal inti seperti yang diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas meminta modal inti bank minimum Rp 2 triliun pada tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan.
"Kami punya capital plan akan melaksanakan rights issue, sekarang lagi proses penawaran umum terbatas (PUT). Injeksinya untuk mengejar modal Rp 2 triliun tahun ini," kata Tjandra dalam wawancara bersama beberapa media, Rabu (28/4).
Meski begitu, Tjandra belum bisa mengungkapkan harga saham pelaksanaan dalam aksi korporasi ini, sehingga belum bisa dipastikan jumlah dana yang diincar oleh Bank Neo Commerce. Sebagai gambaran, harga saham bank dengan kode emiten BBYB tersebut di pasar saham senilai Rp 470 per saham pada 28 April 2021.
"Tujuan kami melakukan rights issue, untuk memenuhi modal minimum. Tapi, di luar itu akan kami gunakan dana segar untuk masuk investasi di IT, kedua untuk operasional," ujar Tjandra.
Ia mengatakan, dua pemegang saham mayoritas Bank Neo Commerce, yaitu PT Akulaku Silvrr Indonesia dan PT Gozco Capital yang masing-masing memiliki 24,98% dan 20,13% berkomitmen menjalankan haknya. Sementara, Tjandra mengatakan, belum mendengar komitmen dari PT Asabri (Persero) yang pegang 16,83%.
Dengan dilakukannya penawaran saham baru ini, Bank Neo Commerce akan mendapatkan tambahan modal disetor yang akan digunakan untuk modal kerja sehingga dapat mengembangkan kegiatan usaha. Alhasil, akan berdampak positif terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha bank.
Rencananya, aksi korporasi ini dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang rencananya digelar 28 Mei 2021. Jika mendapat lampu hijau, jangka waktu aksi korporasi ini 12 bulan setelah tanggal RUPSLB.
Pemegang saham biasa atas nama yang tidak melaksanakan haknya untuk membeli saham baru yang ditawarkan, akan mengalami penurunan persentase kepemilikan sahamnya (dilusi). Namun, pihak Direksi belum memperkirakan delusi yang terjadi akibat kedua penawaran saham baru ini.