Pengembangan wakaf produktif secara strategis dapat mendukung perekonomian nasional. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai terdapat empat langkah penting transformasi wakaf produktif agar dapat menjadi pilar perekonomian.
“Kalau dilakukan berjamaah, insya Allah wakaf semakin menjadi pilar penting dalam perekonomian Indonesia, perekonomian umat, dan kesejahteraan umat,” kata Perry dalam Webinar Nasional Wakaf: Era Baru Perwakafan melalui Transformasi Digital dan Penguatan Ekosistem, Jumat (7/5).
Pertama, kemampuan dalam mendesain proyek produktif berbasis wakaf secara utuh dan dapat saling mendukung antara proyek komersial dan proyek sosial. Selama ini, wakaf lebih banyak dihubungkan dengan makam atau musala.
Perry menilai, wakaf sebenarnya dapat digunakan secara produktif untuk kegiatan perkebunan, pertanian, kompleks perkantoran, tempat perbelanjaan, hingga perhotelan. Hal tersebut jika merujuk pada peradaban Islam.
Kedua, kemampuan mendesain manajemen keuangan yang terintegrasi antara instrumen keuangan sosial syariah dan instrumen integrasi keuangan komersial dan sosial syariah. Contohnya, seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) melalui ritel SWR001 dan SWR002. Dia menjelaskan bahwa sukuk adalah keuangan komersial yang wakaf tunainya adalah keuangan sosial.
Ketiga, kepatuhan implementasi terhadap ketentuan syariah baik dari fiqih maupun akad-akadnya. "Bagaimana syariat ini dari sisi fiqih maupun akad juga bisa dirumuskan sesuai proyek yang integratif dan juga keuangan sosial dan komersial menjadi suatu dasar syariah yang kuat," katanya.
Keempat, digitalisasi yang memudahkan masyarakat untuk berwakaf. Terkait hal ini, BI dinilai ia telah mendukung digitalisasi sistem pembayaran termasuk dalam berwakaf melalui QRIS (QR Code Indonesian Standard).
Simak Databoks berikut:
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Presiden Ma’ruf Amin pun membeberkan tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan ekosistem perwakafan nasional. Hal tersebut antara lain membangun kepercayaan publik, meningkatkan kapasitas dan kompetensi pihak yang menerima harta benda wakaf untuk dikelola (nazir), literasi dan edukasi perwakafan, dan harmonisasi antar lembaga dan perundang-undangan yang berlaku.
Dia menyebutkan bahwa kepercayaan publik terhadap pengelolaan wakaf perlu terus ditingkatkan. "Hal ini diupayakan dengan pengembangan Good Waqf Governance," ujar Ma'ruf.
Pengembangan tersebut, lanjut dia, dilakukan antara lain melalui implementasi Waqf Core Principles yang mencakup transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan, pengembangan e-service atau layanan wakaf berbasis elektronik, serta mengupayakan dampak maksimal bagi mauquf ‘alaih.
Ma'ruf pun mengapresiasi dukungan dan kontribusi yang diberikan oleh BI dalam memformulasikan Waqf Core Principles bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan International Research of Training Institute-Islamic Development Bank. "Saya berharap, Waqf Core Principles ini dapat dimplementasikan lebih baik agar tata kelola lembaga nazhir semakin meningkat dalam harta wakaf, serta penyalurannya menjadi semakin tepat sasaran," katanya.
Ia menambahkan, upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi nazhir dilakukan antara lain dengan pengembangan kompetensi secara berkelanjutan, magang, dan sertifikasi serta pendirian Pusat Antar Universitas (PAU). Saat ini Indonesia juga telah memiliki Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Nazhir, yang disusun bersama oleh BWI dan Kementerian Agama, para nazhir, akademisi dan para ahli.
Menurut Ma'ruf, SKKNI menjadi sebuah prasyarat dari proses sertifikasi nazhir. Untuk itu, pemerintah memberikan apresiasi kepada para pihak yang telah terlibat secara aktif memberikan masukan dalam pengembangan SKKNI nazhir tersebut.
Dirinya pun berharap SKKNI ini dalam waktu dekat dapat segera diterapkan. Dengan demikian, para nazhir akan memiliki kualifikasi berstandar nasional sekaligus akan mendorong peningkatan kepercayaan publik terhadap pengelolaan wakaf.