Pasar Obligasi Indonesia Masih Tawarkan Imbal Hasil Tinggi

KATADATA
saham_obligasi
2/6/2021, 12.34 WIB

Wealth Management Head Bank OCBC NISP, Juky Mariska menyampaikan, prospek pasar obligasi Indonesia masih akan menarik dengan imbal hasil riil (real yield) yang cukup tinggi. Kondisi tersebut diharapkan mampu mendorong kembali masuknya arus modal asing ke Surat Utang Negara (SUN).

Sepanjang April 2021, pasar obligasi terlihat lebih bergairah, tercermin dari pergerakan imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang mengalami penurunan sebanyak -4,46%. Hal tersebut dipengaruhi penurunan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) US Treasury sebanyak -3,9%.

“Meredanya kekhawatiran akan pengetatan kebijakan moneter AS menjadi salah satu faktor yang mendorong kenaikan harga obligasi domestik,” kata Mariska dalam Monthly Outlook Mei 2021.

Mariska memperkirakan, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun diperkirakan akan berada di kisaran 6,25%-6,5% untuk jangka menengah. Hal tersebut sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang terus berjalan didukung stimulus ekonomi dan tren suku bunga rendah.

Selain itu, aktivitas manufaktur dan jasa mengalami ekspansi. Meskipun, data ketenagakerjaan AS melemah dengan angka pengangguran naik ke 6,1%. Namun, hal itu direspon positif oleh pelaku pasar dengan harapan pelonggaran stimulus tetap dipertahankan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Senior Investment Strategist Bank OCBC Vasu Menon menyampaikan tingkat imbal hasil obligasi di negara berkembang atau emerging market masih banyak diburu investor global. Ini mengingat, pelaku pasar saat ini tengah mengantisipasi perkembangan kebijakan stimulus fiskal pemerintah AS.

Selain itu, program vaksinasi Covid-19 dinilai lebih efisien dibandingkan ekspektasi. Dukungan terhadap kebijakan moneter mampu mendorong proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Menon menyampaikan, penerbitan obligasi di pasar perdana masih sangat diminati. Bahkan belum terlihat akan mereda dalam waktu dekat. Di negara berkembang, penerbitan obligasi korporasi sejak awal tahun sejauh ini telah menembus batas US$ 200 miliar.

Sementara itu, Head of Investment Strategy Bank of Singapore Eli Lee memprediksi, tren imbal hasil obligasi global naik meskipun masih rendah menurut standar historis. Untuk imbal hasil US Treasury diperkirakan meningkat selama 12 bulan ke depan. Hal itu sejalan dengan pemulihan ekonomi AS dari pandemi dan inflasi yang tembus target Bank Sentral AS (The Fed) yakni di atas 2%.

Dia memperkirakan, imbal hasil US Treasury naik menjadi 1,90% seiring sikap dovish dari The Fed dan bakal menguntungkan aset berisiko. “Puncak pertumbuhan global 2021 masih berlanjut kuat di 2022 dan imbal hasil obligasi pemerintah yang rendah mendukung aset berisiko,” ujar Lee.