Tingginya minat investor terhadap reksadana pasar uang berlanjut di lima bulan pertama tahun ini. Hal itu mengacu pada data Infovesta Utama, di mana kinerja Infovesta 90 Money Market Fund Index tumbuh 1,41% sepanjang 2021.
Capaian tersebut jadi yang tertinggi dibandingkan kinerja reksadana lainnya. Untuk reksadana pendapatan tetap, tercatat tumbuh 0,37% di periode Januari-Mei 2021. Sedangkan untuk reksadana campuran turun 2,48% dan reksadana saham turun 7,05%.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, minat investasi reksadana pasar uang sudah tinggi sejak tahun lalu. Di tengah pandemi Covid-19, investor cenderung mencari instrumen investasi yang likuid dan aman.
Selain itu, reksadana pasar uang juga menjadi alternatif yang sangat menarik dibandingkan tabungan dan deposito. Pada reksadana pasar uang, dana nasabah umumnya ditempatkan pada instrumen pasar uang berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan surat utang yang jatuh tempo di bawah 1 tahun.
Adapun untuk prospek reksadana pasar uang ke depan, Wawan optimistis masih akan stabil. Ke depan, kinerja reksadana masih akan melihat prospek dari pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga progress dari program vaksinasi.
“Namun (reksadana pasar uang) tidak akan setinggi tahun lalu. Kemungkinannya akan tumbuh 3%-3,5% hingga akhir tahun ini,” ujarnya kepada Katadata.co.id kemarin.
Sebelumnya, Chief Research & Business Development Bareksa Ni Putu Kurniasari mengatakan, reksadana pasar uang bisa menjadi alternatif investasi saat ini. Hal itu didukung beberapa perbaikan fundamental makro ekonomi, juga kekhawatiran kenaikan kasus Covid-19 dari global maupun dalam negeri. Selain itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung tertekan dan bergerak di kisaran 6.000.
Adapun dari sentimen global, kenaikan inflasi Amerika Serikat (AS) April yang mencatat rekor tertinggi ke level 4,2 persen secara tahunan (YoY). Itu sekaligus memicu kenaikan imbal hasil obligasi AS (US Treasury) dan sempat menyentuh level 1,7 persen beberapa waktu lalu.
Kondisi tersebut diprediksi Putu bakal mendorong penurunan harga surat berharga negara (SBN) serta kenaikan acuan imbal hasil (yield) obligasi Indonesia ke rentang 6,4%-6,6% di waktu dekat. Sedangkan hingga akhir tahun, Wawan memprediksi yield untuk obligasi negara (SUN) tenor 10 tahun berkisar 6%.