Mirip Reksadana, Investasi ETF Berpotensi Berikan Cuan hingga 15%

Investasi KATADATA | Arief Kamaludin
Investasi KATADATA | Arief Kamaludin
15/6/2021, 23.12 WIB

Direktur Utama PT Indo Premier (IPOT) Sekuritas Moleonoto The menilai, peningkatan minat berinvestasi di pasar modal belum diimbangi pemahaman konsep investasi. Padahal terdapat berbagai produk alternatif yang semakin beragam di pasar Tanah Air, salah satunya exchange traded fund (ETF).

Produk ETF bisa menjadi alternatif investasi bagi investor pemula di tengah pandemi Covid-19. Instrumen satu ini diklaim memiliki keunggulan yang menjadikannya menarik  dilirik. ETF merupakan reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

ETF memiliki keunggulan settlement T+2 atau penyelesaian transaksi dalam waktu dua hari. Proses tersebut lebih cepat dari durasi subscription (berlangganan) atau redemption (pencairan) reksadana konvensional.

“Kami telah mengadministrasikan 26 dari total ETF yang ada di BEI dengan dana kelolaan (AUM) Rp 7,6 triliun dari total AUM ETF di Indonesia per Mei 2021 yakni Rp 13 triliun,” kata Moleonoto dalam sambutan acara ETFest pekan lalu.

Dia juga menyampaikan, antusiasme masyarakat akan produk ETF meningkat signifikan, tercermin dari transaksi ETF April 2021 yang meningkat 197% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI Ignatius Denny Wicaksono mengatakan, pertumbuhan ETF yang signifikan menjadikan Indonesia menempati peringkat teratas di ASEAN dari sisi jumlah produk ETF. Jika di 2018 Indonesia baru memiliki 24 produk, tahun ini tumbuh menjadi 47 produk.

Ke depan, seiring perkembangan investasi pasif, Ignatius memprediksi investasi ETF masih berpotensi tumbuh. Peningkatan jumlah pelaku ETF juga diharapkan mampu meningkatkan ekosistem ETF yang lebih baik di Indonesia. Selain itu, terdapat potensi pengembangan ETF yang dapat dijajaki seperti variasi jenis dan fungsi ETF.

“Karena Covid-19, belakangan ini return (keuntungan) ETF mengikuti IHSG (indeks harga saham gabungan) yang koreksi. Tapi untuk long term (jangka panjang) bisa 10% hingga 15%,” ujar Ignatius.

Dia menambahkan, pandemi telah berdampak pada kinerja ETF tahun ini, dimana total dana kelolaan ETF per Mei 2021 berada di level Rp 14,8 triliun. Capaian tersebut cenderung turun 8,1% dibandingkan total AUM per akhir 2020 yakni Rp 16,1 triliun.

Sementara itu, Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menyampaikan, tahun ini merupakan tahun penuh harapan untuk pemulihan ekonomi, Hal tersebut tercermin dari tingginya aktivitas perdagangan di BEI dalam tiga bulan terakhir.

Melalui serangkaian inisiatif dan dukungan pelaku pasar dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno menyampaikan kalau produk ETF mengalami perkembangan pesat hingga tahun ini. Sejak 2011, jumlah produk ETF yang terdapat di BEI terus mengalami peningkatan dan hingga awal Juni 2021 telah terdapat 47 ETF yang tercatat di bursa.

Untuk terus memperkuat layanan dan menjaga momentum pertumbuhan pasar modal Indonesia, BEI bersama OJK dan SRO, telah meluncurkan serangkaian inisiatif strategis di 2020, termasuk revitalisasi perdagangan di pasar ETF.

“Inisiatif seperti melakukan pendalaman pasar, penguatan layanan kepada calon investor, perluasan infrastruktur perdagangan untuk pasar obligasi, serta penguatan infrastruktur keterbukaan informasi dalam rangka meningkatkan perlindungan investor pasar modal Indonesia,” ujar Inarno dalam kesempatan yang sama.

Di sisi lain, lonjakan jumlah ETF global mendorong aset kelolaan produk satu ini naik 130% dalam lima tahun, melansir Finbold.com. Instrumen investasi satu itu juga mencatatkan arus modal masuk dari investor secara global, dengan pertumbuhan aset kelolaan menyentuh titik tertinggi sepanjang 2020.

Data yang diperoleh Finbold menunjukkan nilai aset yang dikelola ETF melonjak 56,22% dari US$ 3,32 triliun di 2016 menjadi US$ 7,99 triliun di 2020. Tingkat pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2018 dan 2019 yang tumbuh 32,6% dari US$ 4,6 triliun menjadi US$ 6,1 triliun.

Laporan menyoroti sentimen pemicu tren pertumbuhan ETF tahun lalu berasal dari pandemi Covid-19. Secara umum, krisis kesehatan berdampak pada meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi dan salah satunya di ETF.

Berdasarkan tren pertumbuhan beberapa waktu terakhir, ETF berpotensi melanjutkan peningkatan dalam waktu dekat dengan semakin banyaknya produk yang muncul. “Dengan teknologi yang terus berubah yang membentuk kembali pasar keuangan, masa depan ETF jangka panjang masih harus diuji,” menurut laporan tersebut.

Secara umum, popularitas ETF akan didorong beberapa faktor seperti biaya yang rendah, transparansi, efisiensi pajak dan kemudahan untuk ditransaksikan.