BPK Temukan Masalah dalam Penggunaan Anggaran Penanganan Covid-19

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Jakarta Pusat (16/7).
22/6/2021, 17.20 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit penggunaan anggaran penanganan Covid-19 dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020. Hasilnya, ditemukan sejumlah masalah ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan dan kelemahan sistem pengendalian intern.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyampaikan, secara umum ada dua bagian permasalahan dalam LKPP tersebut, yakni yang terkait dengan program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) dan yang tidak. Masalah yang terkait dengan program PC-PEN antara lain belum disusunnya mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi pada LKPP.

Kemudian, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam PC-PEN 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai ketentuan. Lalu, pengendalian pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

Masalah lainnya, kata Agung, yakni penyaluran belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non-KUR serta belanja lain-lain Kartu Prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program. “Sehingga terdapat sisa dana kegiatan atau program yang belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun,” kata Agung dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (22/6).

Selanjutnya, realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp 28,75 triliun dalam  PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi. Terakhir, pemerintah belum selesai mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PC-PEN tahun 2020 pada tahun 2021 sebagai sisa dana surat berharga negara (SBN) PC-PEN 2020 dan kegiatanya yang dilanjutkan pada tahun ini.

Sementara itu, masalah yang tidak berhubungan dengan program PC-PEN antara lain pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap. Hal ini terkait penyajian hak negara minimal Rp 21,57 triliun dan US$ 8,26 juta, serta kewajiban negara minimal Rp 16,59 triliun sesuai basis akuntansi aktual, serta saldo piutang daluwarsa belum diyakini kewajarannya Rp 1,75 triliun.

Masalah lain yakni penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja di luar program PC-PEN pada 80 kementerian/lembaga minimal Rp 15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Misalnya realisasi pembiayaan dan pemindahbukuan dari rekening Bendahara Umum Negara (BUN) berupa dana abadi penelitian, kebudayaan, dan perguruan tinggi sebesar Rp 8,99 triliun. Sebab, saat ini dana itu masih dititipkan pada rekening Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) karena pengaturan terkait pengelolaan dananya belum ditetapkan.

Selain itu, ditemukan penatausahaan piutang pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang belum memadai dan terdapat ketidakjelasan. Ini menyangkut status tagihan penggantian dana talangan pendanaan pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan Laporan Hasil Verifikasi (LHV) BPKP.

Kemudian, pemerintah juga belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun.

Atas permasalahan-permasalahan tersebut, Agung menegaskan bahwa pihaknya memberikan rekomendasi kepada pemerintah. “Harap ditindaklanjuti untuk perbaikan, pengelolaan, dan pertanggungjawaban APBN tahun mendatang,” katanya.

 

Kementerian Keuangan mencatat penyerapan anggaran PEN 2020 mencapai Rp 579,78 triliun atau 83,4 % dari target Rp 695,2 triliun. Sisa anggaran sebesar Rp 50,9 triliun telah dialokasikan pada 2021, termasuk anggaran vaksin dan dukungan kepada UMKM.

“Sisa anggaran PEN untuk alokasi anggaran vaksin mencapai Rp 47,7 triliun, sedangkan dukungan  untuk UMKM sebesar Rp 3,87 triliun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Keterangan Pers Pelaksanaan APBN 2020, awal Januari 2021.  

Sri Mulyani memerinci, anggaran PEN untuk sektor kesehatan terealisasi Rp 63,51 triliun dari pagu Rp 99,5 triliun. Realisasi tersebut mencakup insentif tenaga kesehatan Rp 9,55 triliun,  penanganan Covid-19 mencapai Rp 42,52 triliun, dan Gugus Tugas Rp 3,22 triliun. Kemudian santunan kesehatan Rp 600 miliar, iuran Jaminan Kesehatan Nasional Rp 4,11 triliun dan insentif perpajakan kesehatan Rp 4,05 triliun.

Untuk sektor perlindungan sosial, realisasinya mencapai Rp 220,39 triliun dari total pagu Rp 230,21 triliun. Dana tersebut tersebar pada klaster perlindungan sosial untuk program keluarga harapan (PKH) Rp 36,71 triliun, kartu sembako Rp 41,84 triliun, BLT Dana Desa Rp 22,78 triliun, bantuan beras atau PKH Rp 5,26 triliun, bantuan tunai sembako non-PKH Rp 4,5 triliun, dan diskon listrik Rp 11,45 triliun.

Kemudian, realisasi bansos sembako Rp 7,1 triliun, Kartu Prakerja Rp 19,98 triliun, serta bantuan subsidi upah tenaga pendidik honorer Rp 4,07 triliun. Selain itu, realisasi bantuan subsidi tunai non-Jabodetabek Rp 32,84 triliun, bantuan subsidi gaji atau upah mencapai Rp 29,81 triliun, dan  subsidi kuota internet untuk Kemendikbud Rp 4,06 triliun.

Untuk sektor kementerian lembaga dan pemda, realisasinya mencapai Rp 66,59 triliun dari total pagu Rp 67,86 triliun. Lalu, dukungan UMKM terealisasi Rp 112,44 triliun. “Sebesar Rp 3,87 triliun akan digunakan untuk pendanaan dukungan UMKM/korporasi 2021,” katanya.

Sementara itu, pembiyaan korporasi terealisasi Rp 60,73 triliun atau hanya setengah dari pagu Rp 120,6 triliun. Sedangkan, insentif usaha terealisasi Rp 56,12 trilun dari pagu Rp 62,2 triliun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria