Wakil Presiden atau Wapres Ma'ruf Amin mengatakan potensi penggunaan layanan perbankan syariah di Indonesia masih sangat besar, terlebih memasuki era digital. Namun, ada sejumlah tantangan besar yang dihadapi bank syariah untuk menjalankan layanan digital alias bank syariah digital secara aman dan lancar.
Tantangan pertama, belum ada dukungan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang khusus mengatur layanan perbankan digital untuk bank syariah. Maka itu, ia mengimbau regulator untuk mendukung aktivitas bisnis perbankan syariah dengan menerbitkan aturan yang akan dijalankan pelaku industri.
"Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga kenyamanan berinvestasi sekaligus, menjaga kepercayaan masyarakat," kata Ma'ruf dalam webinar yang diselenggarakan oleh Bank Aladin, Rabu (7/7).
Guna menjaga kepercayaan masyarakat, menurut dia, sistem perbankan digital syariah juga perlu mengimplementasikan nilai-nilai syariah sesuai ketentuan yang diterbitkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) .
Tantangan lain ialah terkait minimnya literasi perbankan digital di kalangan badan usaha, usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM), dan masyarakat. Maka itu, pemangku kepentingan perlu meningkatkan inklusi keuangan demi memperluas pangsa pasar perbankan digital syariah. "Sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional, dan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan masyarakat," kata Ma'ruf.
Secara umum, perbankan syariah Indonesia masih menunjukkan pertumbuhan positif, meski masih dihadapkan pada beberapa isu strategis serta tantangan yang perlu diselesaikan.
Berdasarkan Kajian Transformasi Perbankan Syariah yang disusun OJK pada 2018, terdapat beberapa isu strategis yang masih menghambat akselerasi pertumbuhan bisnis perbankan syariah. Di antaranya, belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan dan rendahnya tingkat literasi dan inklusi.
Hambatan lain, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kurang optimal di industri perbankan syariah. Layanan perbankan syariah kurang kompetitif jika dibanding produk dan layanan perbankan konvensional.
Menurut Ma'ruf, terdapat beberapa solusi yang dapat menjawab tantangan penetrasi pasar perbankan syariah saat ini. Salah satunya, peran generasi milenial dalam industri perbankan syariah. Pelaku industri juga perlu menyediakan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif.
Solusi berikutnya adalah peningkatan distribusi kanal digital agar lebih mudah diakses masyarakat serta produk yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat sehari-hari.
"Lalu, kemudahan transaksi dan interaksi untuk nasabah, dan jaringan mitra yang luas," kata Ma'ruf terkait dengan langkah yang perlu diambil oleh pemangku kepentingan.
Ia mengatakan, potensi generasi penduduk Indonesia yang didominasi oleh generasi Z mencapai 27,94% dan generasi milenial sebesar 25,87%. Selain telah melek internet sejak usia dini, generasi ini cenderung memiliki minat yang besar untuk memilih gaya hidup yang sesuai dengan agama dan keyakinannya.
Ma'ruf mengatakan, sesuai hasil riset yang diselenggarakan oleh Inventure Knowledge pada 2020 tentang Millennial Muslim Mega Shifts disimpulkan, generasi yang populer disebut Gen-Sy (Gen-si) didominasi anak muda yang akrab dengan produk dan layanan perbankan Syariah.
"Selain itu, dari survei tersebut juga disimpulkan, setelah terjadinya pandemi Covid-19 mayoritas publik atau 58,8% cenderung lebih religius dan lebih memilih lembaga keuangan dengan prinsip syariah," katanya.