Pergerakan harga emas di sisa tahun ini berpotensi terganjal tren kenaikan dolar Amerika Serikat (AS). Sinyal Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) untuk mempercepat pengetatan kebijakan pelonggaran moneter menjadi salah satu pendorong naiknya dolar AS.
Sepanjang 2021 harga emas spot cenderung mengalami penurunan. Itu sejalan dengan sinyal Bank Sentral AS (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuannya dan melakukan pengetatan kebijakan moneter atau tapering. Kebijakan tapering cenderung berdampak negatif terhadap harga emas.
Division Manager Royal Trust Futures Suluh Adil Wicaksono memprediksi harga emas tahun ini tertahan oleh penguatan dolar AS. Pekan lalu, data AS menunjukkan non-farm payroll (NFP) tumbuh 943 ribu per Juli 2021 atau di atas ekspektasi pasar. Kondisi tersebut memperkuat spekulasi The Fed untuk mengurangi program stimulusnya.
“Meski sempat terkoreksi, harga emas fisik masih akan bisa naik mengikuti harga emas spot,” kata Suluh kepada Katadata.co.id, Senin (9/8).
Menurut dia, momentum penurunan harga emas saat ini bisa dimanfaatkan untuk investasi emas, di mana investor bisa mulai melakukan aksi beli. Adapun level ideal untuk melakukan pembelian emas Antam berada di kisaran Rp 900 ribu per gram, dengan pecahan yang lebih besar. Hingga akhir tahun, harga emas Antam berpeluang menuju Rp 945 ribu per gram.
“Meskipun level pernah disentuh, itu masih jadi target akhir tahun kami, walaupun peluangnya kecil karena faktor dolar AS. Potensi ke Rp 1 juta per gram juga semakin berat,” ujarnya.
Awal pekan ini Harga emas PT Aneka Tambang Tbk sempat merosot Rp 10.000 ke level Rp 921 ribu per gram. Sementara harga emas commodity exchange (Comex) untuk kontrak Desember 2021 turun 1,37% ke level US$ 1.739 per troy ons. Adapun harga emas spot (XAUUSD) turun 1,3% ke level US$ 1.740 per troy ons.
Sempat merosot dalam, jelang akhir pekan harga emas mulai menunjukkan peningkatan. Untuk harga emas Antam pada perdagangan Kamis (12/8) tercatat naik Rp 7.000 per gram dan harga emas global yang sempat menembus level US$ 1.800 per troy ons kemarin.
Melansir Reuters, harga emas berhasil rebound (naik) usai data harga konsumen atau inflasi AS Juli 2021 naik ke level tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Hal tersebut berhasil meredakan kekhawatiran pasar terkait potensi The Fed untuk mempercepat pengetatan moneternya.
Suluh memprediksi untuk jangka panjang harga emas spot akan berada di atas US$ 1.800 per troy ons. Di mana level ideal untuk melakukan aksi beli emas spot berada di rentang US$ 1.700 – US$ 1.750 per troy ons.
Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka Sutopo Widodo memprediksi pergerakan harga emas spot di jangka pendek masih akan tertahan. “Volatilitasnya untuk 1-2 minggu dan masih akan bermain di area US$ 1.688 – US$ 1.765 per troy ons,” katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (12/8).
Sebelumnya, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi optimistis harga emas global masih akan mengalami kenaikan. Kondisi tersebut didukung pandangan The Fed yang memprediksi inflasi AS yang tinggi hanya bersifat sementara sebagai dampak Covid-19.
Selain itu, AS juga masih dihadapkan tantangan anggaran infrastruktur yang mencapai US$ 1,2 triliun, kemudian dipangkas. Di sisi lain penyebaran Covid-19 untuk varian Delta masih berlangsung baik di Asia, Eropa dan juga Amerika.
“Beberapa kondisi itu kembali menguatkan sentimen positif untuk emas duni. Dari domestik, penguatan rupiah turut mendorong penguatan harga emas,” kata Ibrahim kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Dia memprediksi, kuartal III-2021 harga emas akan mengalami kenaikan signifikan dan berpotensi menyentuh level US$ 2.000 per troy ons. Hingga akhir tahun, Ibrahim memperkirakan harga emas dunia bakal menuju US$ 2.100 per troy ons. Untuk level beli bisa dilakukan sat harga masih di rentang US$ 1.700 per troy ons hingga US$ 1.800 per troy ons.
Penyumbang bahan: Nada Naurah (magang)