PT Bank Central Asia Tbk mengingatkan nasabah agar mewaspadai penipuan yang mengatasnamakan perusahaan. Penipuan mengatasnamakan BCA, antara lain dilakukan melalui telepon dari nomor palsu +6221-1500888 / 021-500888.
“Para penipu bisa menggunakan aplikasi fake caller,” ujar Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja melalui pesan singkat yang diterima Katadata.co.id, Minggu (5/9).
Jahja menjelaskan, penipuan ini bisa dihindarkan dengan tiga cara:
- Jangan mengangkat telepon dari nomor mencurigakan meskipun sekilas mirip dengan nomor resmi call center BCA. Nasabah juga sebaiknya tidak menyimpan nomer Halo BCA pada kontak handphone. Ini untuk memastikan nomer telepon yang masuk apakah benar nomor resmi Halo BCA.
“Nomor resmi Halo BCA 1500888 tanpa ada embel-embel +62, 021, atau apapun,” kata Jahja.
- Tetap tenang dan jangan panik jika mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal lalu penelpon memberikan informasi aktivitas mencurigakan pada kartu kredit / rekening / mobile banking milik Anda. Segera matikan telepon tersebut. “Kalau Anda melayani maka kartu kredit, debit/ATM, dan tabungan Anda bisa dijebol,” ujarnya.
Jahja menegaskan, BCA tidak pernah minta data-data seperti PIN ATM, nomor kartu ATM, PIN mobile banking, CVV Kartu Kredit, OTP dan data pribadi lainnya. Data tersebut adalah rahasia nasabah.
Jika menemukan aktivitas mencurigakan, segera hubungi Halo BCA di 1500888; Twitter @HaloBCA; Email: halobca@bca.co.id; atau WhatsApp Bank BCA 08111500998.
“Mari kita sama-sama mengingatkan orang-orang terdekat dań sekitar untuk tidak mudah tertipu oleh para penipu dengan menjalankan tiga cara di atas,” ujar Jahja.
Peneliti keamanan siber dari Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha sebelumnya menjelaskan, kasus penipuan lewat customer service palsu yang sering terjadi memanfaatkan dua hal. Pertama, fitur pencarian (searching) di media sosial seperti Twitter. Mereka dapat melihat warganet mana saja yang menyebut (mention) akun resmi perbankan untuk meminta bantuan.
“Seketika mereka bisa membalas atau menyerobot dan menyebut (mention) calon korbannya,” ujar dia kepada Katadata.co.id pada Maret.
Ia menjelaskan, pelaku biasanya menggunakan nama akun yang mirip dengan yang resmi. Ia mencontohkan akun @hal0BCA yang mirip dengan yang resmi yakni @haloBCA. Bisa juga bernama @adminBCAjkt, sehingga seolah-olah resmi.
Kedua, penipu menyasar akun resmi perbankan yang lambat membalas. Ia mencontohkan salah satu warganet yang mengaku korban di media sosial mengatakan bahwa akun asli BNI membalas setelah dua hingga empat jam. “Ini peluang bagi penipu,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya perbankan perlu memberikan perhatian khusus terhadap kanal resmi di media sosial. “Sebaiknya ada sumber daya manusia (SDM) yang cukup untuk melayani nasabah agar tidak menjadi korban penipuan,” kata dia.
Hal senada disampaikan oleh Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya. Ia menilai, perbankan dan kepolisian harus pro aktif mencegah penipuan di media sosial seperti ini. “Imbas penipuan-penipuan tersebut, indeks kesopanan digital atau Digital Civility Index (DCI) Indonesia turun,” kata Alfons kepada Katadata.co.id.
Berdasarkan laporan Microsoft mengenai DCI, skor tingkat kesopanan warganet Indonesia yang terendah se-Asia Pasifik. Kesopanan yang dimaksud dalam laporan itu terkait perilaku warganet di dunia maya dan aplikasi media sosial, termasuk risiko penyebarluasan hoaks, ujaran kebencian, diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling atau tindakan sengaja untuk memancing kemarahan, pelecehan terhadap kelompok marginal hingga penipuan.
Microsoft memberi peringkat berdasarkan skor 0 sampai 100. Semakin rendah skor, maka semakin tinggi tingkat kesopanan negara dalam berinternet. Indonesia meraih skor DCI 76 atau yang terendah se-Asia Pasifik. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini: