Dirut BCA Ramal Hanya Tersisa 3 Bank Digital dalam 10 Tahun ke Depan

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja mengingatkan, bank digital tak dapat terus melakukan promosi besar-besaran 'membakar uang'.
Penulis: Agustiyanti
8/9/2021, 08.26 WIB

Persaingan untuk memperebutkan pasar bank digital di Tanah Air akan ketat dalam beberapa tahun ke depan. Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiatmadja memperkirakan hanya tiga bank digital yang akan menguasai pasar dan bertahan dalam 10 tahun ke depan.

"Pasar akan memfilterasi dan menentukan siapa yang dapat memimpin pasar. Cina dengan jumlah penduduk 1,4 miliar hanya 1-2 bank digital yang unggul. Indonesia mungkin 10 tahun dari saat ini, hanya akan ada tiga bank digital," kata Jahja dalam Webinar Banking Outlook 2021, Selasa (7/9). 

 

Jahja  menjelaskan, tak banyak bank digital yang akan memperoleh ceruk pasar sehingga mampu bertahan dalam jangka panjang. Pasalnya, bank-bank digital yang kini banyak dibentuk atau ditrasnformasikan dari bank yang sudah ada, memperebutkan pasar yang sama. 

"Di Cina saat ini ada WeBank, Korea Selatan ada Kakao Bank, dan Jepang ada Rakuten Bank. Berapa banyak yang bisa seperti mereka di negaranya?" ujar Jahja. 

 

Filiterisasi oleh pasar ini, menurut Jahja, juga sudah terjadi pada perbankan konvensioanl. Pada 1988, menurut dia, ada lebih dari 200 bank umum. Namun, kini hanya tersisa sekitar 100 bank. "Hanya 20 bank yang saat ini  memimpin pasar," kata dia. 

 

Menurut Jahja, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar bank digital dapat memenangkan persaingan dan bertahan dalam beberapa tahun ke depan. 

  1. Mempunyai nasabah aktif yang banyak dan bukan hanya sekadar jumlah rekening. Menurut Jahja, keuntungan bank datang dari transaksi yang dilakukan nasabah, bukan jumlah rekening yang dibuka. " Ke depan, persaingannya adalah menarik nasabah. Tapi bukan seninya dengan bunga tinggi, ini justru biaya tinggi dan akan membenani ke depan," katanya. 
  2. Memperbanyak merchant. Bank digital yang tidak punya ekosistem besar, menurut dia, akan sulit berkembang.
  3. Membuat produk yang disukai nasabah atau user friendly. Layanan akan menjadi kompetisi yang ketat antara bank digital. 
  4. Memiliki sumber daya manusia yang handal. Saat ini, menurut Jahja, SDM digital menjadi rebutan bukan hanya di antara bank digital tetapi dengan bank konvensional dan fintech. 
  5. Permodalan. Bank digital akan sulit berkembang jika memiliki modal terbatas. 

Jahja mengatakan, bank digital juga masih harus menghadapi tantangan yakni masyarakat Indonesia yang belum 100% dapat melakukan transaksi tanpa uang tunai atau cassless society. Hal ini membuat bank digital harus menyediakan layanan yang memungkinkan penarikan tunai. "Kalau mereka harus bikin ATM sendiri ini biaya besar atau jikapun join transaction itu biaya per transaksi juga besar," ujarnya. 

Selain layanan penarikan tunai,  menurut dia, bank digital juga harus menyediakan call center karena tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi dengan digital. "Milenial tidak 100% digital savvy. Tetap ada kebutuhan call center, misal ada kesalahan sedikit atau kebobolan. Tidak semua bisa dijawab mesin dan call center ini tentu biaya juga," katanya. 

Ia juga mengingatkan bank digital tak dapat terus melakukan promosi besar-besaran 'membakar uang'. Hal ini akan menciptakan kerugian besar saat bank seharusnya menciptakan keuntungan. "Bank harus profit bukan hanya valuasi tinggi," ujarnya. 

BCA saat ini telah memiliki satu bank digital, yakni PT BCA Digital. Bank digital ini merupakan hasil transformasi dua bank yang diakuisisi BCA, yakni Royalbank dan Rabobank.