PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk membukukan laba bersih Rp 7,74 triliun sampai triwulan III-2021. Capaian tersebut tumbuh signifikan 79,3% dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 4,32 triliun.
"Pertumbuhan laba ini utamanya berasal dari pertumbuhan fee based income dan pendapatan bunga bersih masing-masing sebesar 16,8% dan 17,6% secara tahunan," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam paparan kinerja triwulan III-2021 secara virtual, Senin (25/10).
Berdasarkan laporan keuangan, salah satu faktor yang membuat laba bersih BNI tumbuh signifikan adalah penurunan beban bunga. Sepanjang sembilan bulan tahun ini, beban bunga yang ditanggung BNI tercatat Rp 8,82 triliun atau turun 39,8% dari Rp 14,67 triliun pada periode sama tahun lalu.
Padahal, pendapatan bunga BNI hingga triwulan III-2021 Rp 37,52 triliun, hanya turun 3,9% dari Rp 39,06 triliun. Karena beban bunga yang turun signifikan, maka pendapatan bunga bersih BNI Rp 28,69 triliun hingga triwulan III-2021 atau naik 17,6% secara tahunan dari Rp 24,39 triliun.
Selain itu, faktor lain pertumbuhan laba bersih BNI hingga September 2021 adalah pendapatan non-bunga Rp 10,21 triliun. Catatan tersebut mampu naik 14,2% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 8,94 triliun.
Royke menjelaskan pertumbuhan pendapatan non-bunga ini bersumber dari peningkatan sejumlah kinerja, seperti pendapatan dari pemeliharaan kartu debit dan rekening yang tumbuh 5,8% secara tahunan dari Rp 1,81 triliun menjadi Rp 1,92 triliun pada triwulan III-2021.
Kemudian, pendapatan layanan ATM dan e-channel yang tumbuh 12,4% secara tahunan dari Rp 1,01 triliun menjadi Rp 1,14 triliun. Pendapatan dari layanan trade finance yang meningkat 19,8% secara tahunan dari Rp 901 miliar menjadi Rp 1,08 triliun.
Pendapatan non-bunga juga disumbang dari pendapatan komisi dari marketable securities yang tumbuh 54,4% secara tahunan dari Rp 1,04 triliun pada triwulan III-2020, menjadi Rp 1,59 triliun pada triwulan III-2021.
BNI mampu membukukan pendapatan sebelum provisi alias pre-provision income (PPOP) Rp 23,54 triliun, meningkat 21,1% dari Rp 19,46 triliun. Sementara, BNI melakukan pencadangan Rp 13,79 triliun atau naik 1,5% dari Rp 13,59 triliun secara tahunan.
Terkait penurunan beban bunga, Royke menjelaskan, pencapaian itu merupakan hasil dari transformasi digital BNI yang salah satunya ditujukan untuk penguatan kapabilitas dalam transactional banking. Hal ini terlihat dari kinerja penghimpunan dana murah (CASA) yang mendominasi dana pihak ketiga (DPK).
Secara total, BNI mampu menghimpun DPK mencapai Rp 668,6 triliun hingga September 2021 atau tumbuh 1,4% dari Rp 659,5 triliun pada periode sama tahun lalu. Nilai tersebut terdiri dari CASA Rp 465,7 triliun atau tumbuh 8% dari Rp 431,3 triliun. Sementara, BNI berhasil turunkan deposito berjangka 11,1% menjadi Rp 202,8 triliun dari Rp 228,2 triliun.
Royke mengatakan, komposisi CASA mencapai 69,7% dari total dana pihak ketiga atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir ini. "Pertumbuhan CASA juga berdampak pada penghematan beban bunga sebesar 10 basis point dari kuartal sebelumnya," kata Royke.
Dari sisi fungsi intermediasi, BNI menyalurkan kredit dengan total Rp 570,6 triliun hingga triwulan III-2021. Kredit tersebut mampu tumbuh 3,7% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 550 triliun. Mayoritas kredit masih ditopang oleh sektor korporasi.
Berdasarkan data presentasi, BNI menyalurkan kredit ke perusahaan swasta Rp 175,9 triliun atau tumbuh 5,2% dari Rp 167,2 triliun. Sementara, penyaluran kredit kepada badan usaha milik negara (BUMN) totalnya Rp 104 triliun atau turun 7,1% dibandingkan Rp 112 triliun.
Dari segmen perusahaan medium, BNI salurkan kredit Rp 100,1 triliun atau turun 0,3% dari Rp 100,4 triliun. Sementara, segmen perusahaan kecil mampu salurkan kredit Rp 93,2 triliun, tumbuh 14,7% dari Rp 81,3 triliun. Penopangnya adalah kredit usaha rakyat (KUR) yang mencapai Rp 41,3 triliun, tumbuh 38% dari Rp 29,9 triliun.
Kredit pada segmen konsumer terdiri dari kredit pemilikan rumah (KPR) Rp 48,8 triliun atau tumbuh 7,2% secara tahunan dari Rp 45,5 triliun. Lalu, payroll loan yang disalurkan Rp 34,1 triliun, tumbuh 17,5% secara tahunan dari Rp 29,1 triliun. Kartu kredit Rp 11,7 triliun atau naik 1,2% secara tahunan dari Rp 11,5 triliun.
Dari sisi kualitas penyaluran kredit yang tercermin dari rasio kredit seret (non-performing loan/NPL), BNI tercatat berada di level 3,8% per September 2021. Catatan tersebut memburuk dibandingkan September tahun lalu di level 3,6%.