Allianz Harap Kemajuan Teknologi Bantu Masyarakat Melek Asuransi

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Seorang pria melintasi papan penyedia layanan asuransi di Jakarta, Senin (6/9/2021). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat aset industri asuransi nasional hingga akhir Juli 2021 mencapai Rp949,44 triliun atau meningkat 8,11 persen dibandingkan periode serupa tahun lalu.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Maesaroh
12/11/2021, 23.31 WIB

PT Asuransi Allianz Life Indonesia menilai penerapan teknologi pada industri asuransi nasional bisa dimanfaatkan, salah satunya untuk penyampaian informasi dan edukasi kepada masyarakat, mengenai produk asuransi.

Allianz mengatakan literasi masyarakat akan produk asuransi masih kalah pamor dibandingkan perbankan.

"Dengan menggunakan teknologi, kami dapat melakukan penyampaian informasi dan edukasi secara lebih efisien kepada masyarakat," kata Chief Marketing Officer Allianz Life Indonesia Karin Zulkarnaen kepada Katadata.co.id, Jumat (12/11).

Teknologi mendukung Allianz untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang tadinya hanya bisa dilakukan secara offline saja.

Namun sejak pandemi tahun lalu, perusahaan dapat menyelenggarakan berbagai acara secara online.

 "Acara online melibatkan lebih banyak lagi peserta yang menerima informasi dan edukasi terkait pentingnya perlindungan asuransi," kata Karin menambahkan.

Selain pemanfaatan teknologi untuk mencapai inklusi asuransi yang lebih baik lagi di Indonesia, Karin menilai perlu adanya tambahan literasi keuangan dalam kurikulum sekolah secara formal.

Selain itu, untuk meningkatkan program literasi secara nasional, bisa dilakukan melalui media massa seperti TV.

Harapannya dengan upaya seperti ini, sosialisasi mengenai pentingnya perlindungan asuransi dapat menjangkau lebih banyak masyarakat Indonesia.

Seperti diketahui, literasi dan inklusi keuangan di sektor asuransi memang masih jauh lebih rendah dibandingkan industri perbankan berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada 2019.

 Meski posisi literasi dan inklusi asuransi merupakan yang terbesar kedua dibandingkan dana pensiun, lembaga pembiayaan, maupun gadai.

Indeks inklusi keuangan asuransi pada 2019 sebesar 13,15%, jauh tertinggal dibandingkan inklusi perbankan yang mencapai 73,88%.

Sementara, indeks literasi asuransi pada 2019 ada di level 19,4%, juga masih jauh di bawah literasi perbankan yang 36,12%.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo  menargetkan tingkat inklusi keuangan dapat mencapai 90% dari total penduduk pada 2024.

Pada 2019, indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76%, lebih rendah dibandingkan Singapura sebesar 86%, Malaysia 85%, dan Thailand 82%.

Tahun lalu, Jokowi  secara khusus juga menyoroti masih rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia. Presiden mengatakan literasi keuangan digital masyarakat Indonesia baru mencapai 35,5%. 

Selain itu, jumlah masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital masih sedikit, hanya 31,26%.

 Survei yang dilakukan OECD/INFE pada tahun lalu menyebutkan bahwa financial literacy score Indonesia adalah sebesar 63,5% dengan financial knowledge score sebesar 53,2%.

Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat selama ini hanya menggunakan produk dan layanan keuangan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengoptimalkan produk keuangan yang mereka miliki.

Beberapa alasan rendahnya tingkat literasi keuangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, latar belakang budaya, agama dan pendidikan masyarakat serta terbatasnya informasi yang mereka peroleh terkait produk dan jasa keuangan.

Padahal, hasil penelitian OJK di sejumlah daerah menunjukkan bahwa indeks literasi dan inklusi keuangan dapat meningkatkan pendapatan per kapita dan indeks pembangunan manusia.

Setiap peningkatan satu persen kenaikan indeks literasi dan inklusi keuangan mampu mengerek IPM sebesar 0,16%.

Reporter: Ihya Ulum Aldin