BPJS Kesehatan Ganti Kelas Standar, Apa Saja Strategi Asuransi Jiwa?

ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.
Petugas melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Batam, Kepulauan Riau, Jumat (28/5/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
8/12/2021, 14.58 WIB

BPJS Kesehatan akan menghilangkan kelas layanan 1, 2 dan 3 dan mengubahnya menjadi kelas rawat inap (KRI) standar mulai 2022. Industri asuransi jiwa percaya, rencana BPJS Kesehatan tersebut akan menciptakan kebutuhan bagi sebagian masyarakat.

"Ini akan menciptakan dan menimbulkan kebutuhan masyarakat yang misalnya mau naik kelas," kata Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon dalam konferensi pers, Rabu (8/12).

Dengan skema baru ini, layanan di rumah sakit hanya akan ada dua kelas, yakni Kelas Rawat Inap (KRI) standar untuk peserta Penerima Bantuan Iuran atau PBI dan Non-PBI. Peserta PBI akan menerima rawat inap di kelas standar PBI JKN, tetapi jika ingin naik kelas perawatan bisa ke kelas Non-PBI JKN dengan membayar selisih biayanya.

Perubahan ini nantinya berpengaruh terhadap ketentuan iuran JKN, tapi besaran iuran tersebut belum ditentukan hingga sekarang. Ia menyebut iuran akan dilakukan dengan standar praktik aktuaria jaminan sosial yang lazim dan berlaku.

Dalam beberapa kesempatan, AAJI sudah berdiskusi dengan BPJS Kesehatan dan beberapa anggota Dewan Jaminan Sosial nasional (DJSN). AAJI dan perusahaan asuransi jiwa akan mencermati sungguh-sungguh rencana perubahan tersebut.

Budi mengatakan, meski belum punya gambaran pasti seperti apa, banyak perusahaan asuransi jiwa sudah mengambil ancang-ancang. "Saya yakin banyak anggota AAJI yang sudah menyiapkan strateginya masing-masing," katanya.

Ketua Bidang Keuangan Pajak dan Investasi AAJI Simon Imanto mengatakan strategi asuransi jiwa adalah terkait proses, baik proses underwriting kerja sama, maupun proses yang akan memudahkan nasabah asuransi.

"Apakah nanti dalam proses digitalisasi kerja sama, kami sedang cermati bagaimana mendukung proses-proses tersebut," kata Simon pada kesempatan yang sama.

Ketentuan kelas standar ini mengikuti Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. "Kelas standar bukan berarti kelas minimalis, tapi standarisasi untuk KRI Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui kriteria yang akan disepakati," kata Anggota Dewan Jaminan Sosial nasional (DJSN) Muttaqien kepada Katadata.co.id, Senin (27/9).

Dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 23 Ayat 4, kelas pelayanan rawat inap di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar. Tujuannya untuk mewujudkan ekuitas dalam Program JKN. "Prinsip ekuitas adalah kesamaan bagi Peserta dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya," kata Muttaqien.

Penerapan kelas standar akan dimulai secara bertahap di rumah sakit. Sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, pemberlakuannya maksimal pada tanggal 1 Januari 2023.

Seperti diketahui, jumlah peserta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan mencapai 222,5 juta orang per 31 Desember 2020. Angka itu setara dengan 81,3% populasi di Indonesia.

Rinciannya, penerima bantuan iuran (PBI) dari APBN dan APBD sebanyak 132,8 juta orang. Iuran peserta kategori ini dibayar oleh pemerintah. Lalu, pekerja penerima upah (PPU), baik pegawai negeri maupun badan usaha, sebanyak 55,1 juta orang. Iuran mereka dipotong dari gaji.