AAJI: Insurtech Bakal Kerek Penetrasi Industri Asuransi di Indonesia
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan tingkat inklusi dan literasi industri asuransi di Indonesia masih terbilang rendah bila dibandingkan dengan industri perbankan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan untuk sektor perasuransian di Indonesia mencapai 19,40% di tahun 2019 dengan tingkat inklusi keuangan sektor perasuransian sebesar 13,15% di tahun 2019. Hal ini berbeda jauh dengan industri perbankan yang tingkat literasi keuangannya pada tahun 2019 sudah mencapai 36,12% dan inklusi sebesar 73,88%.
Selain itu, tingkat penetrasi industri asuransi jiwa hanya mencapai 1,2% dari rasio pendapatan premi terhadap produk domestik bruto (PDB) dan 7,8% dari sisi rasio tertanggung perorangan terhadap jumlah penduduk.
Melihat terjadinya gap inklusi dan penetrasi tersebut, Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi AAJI, Wiroyo Karsono menilai, fenomena berkembangnya insurtech, atau penggunaan produk asuransi melalui penyediaan produk asuransi mikro yang menggunakan teknologi seperti e-commerce bisa menjawab tantangan itu.
"Ini positif meningkatkan penetrasi, inklusi dan literasi (industri asuransi) menggunakan teknologi," kata Wiroyo, di acara Media Gathering di Bandung, Jawa Barat Kamis (30/6).
Wiroyo mengungkapkan, dalam kurun lima tahun terakhir, insurtech berkembang pesat. Setidaknya, saat ini sudah ada nama 10 pelaku insurtech di Indonesia. Meski belum lama kehadirannya, pelaku insurtech sudah bisa mengumpulkan premi secara agresif senilai Rp 1 triliun. Sehingga, ini memacu para pelaku industri asuransi konvensional untuk bertransformasi.
"Ini mendorong semua pelaku industri asuransi bertransformasi, terutama secara culture, mindset supaya tidak tergilas oleh insurtech," ungkapnya.
Pada kesempatan sama, Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon menyebut, industri asuransi jiwa di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus bertumbuh, diperlukan banyak kanal distribusi produk asuransi, salah satunya melalui insurtech.
"Kanal di AAJI belum mampu menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, jadi yang paling pas menjangkau rasanya insurtech," katanya.
Budi menilai, kehadiran Insurtech, meskipun memiliki keterbatasan seperti produk yang ditawarkan, tapi bisa saling melengkapi produk asuransi konvensional. "Mereka menjalankan digital insurance simpel, uang pertanggungan tidak besar. Ini saling melengkapi dan AAJI menyambut baik saja," kata dia.
Seperti diketahui, saat ini OJK sedang menyiapkan aturan mengenai pemasaran produk insurtech. Ke depannya, OJK akan mengatur platform insurtech akan berbentuk pialang asuransi, sehingga dapat diawasi OJK.
Saat ini, bentuk penyelenggara pelaku insurtech terbagi menjadi insurtech aggregator atau marketplace seperti yang dilakukan melalui e-commerce.
Kemudian, insurtech melalui izin broker atau agen asuransi dan full stack insurtech. Perusahaan ini memiliki izin penyelenggara asuransi dan membangun platform digital mulai dari penjualan hingga pembayaran premi dan klaim.