Kondisi Terkini Perbankan yang Bikin Jokowi Waswas Jika Resesi Datang

ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/foc.
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo meminta OJK mengawasi secara cermat kondisi individu masing-masing bank.
Penulis: Agustiyanti
14/7/2022, 16.20 WIB

Presiden Joko Widodo mengingatkan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat menjaga stabilitas industri keuangan, terutama di sektor perbankan seiring meningkatnya ancaman resesi ekonomi global. Permasalahan di industri perbankan berpotensi menimbulkan efek domino yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian di dalam negeri. 

Jokowi meminta OJK mengawasi secara cermat kondisi individu masing-masing bank. Jika ada bank yang bermasalah, menurut dia, dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat hingga mengganggu perekonomian. 

Kekhawatiran Jokowi sangat beralasan. Indonesia memiliki pengalaman buruk dengan krisis yang disebabkan perbankan pada era 1998. Krisis moneter lebih dari dua dekade lalu ini pun telah mengubah landskap pengaturan dan pengawasan di industri perbankan. 

Banyak aturan yang diubah sejak krisis keuangan yang memicu krisis multidimensi itu terjadi. Salah satunya kelahiran Lembaga Penjamin Simpanan pada 2022 untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat menempatkan dana di bank. 

Meski sudah banyak berbenah, Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan pada 2008 ternyata tetap 'kecolongan' dengan kondisi salah satu bank, yakni Bank Century. Bank yang kini berganti nama menjadi Bank JTrust Indonesia ini gagal kliring dan mengalami rush atau penarikan besar-besaran oleh nasabah. 

Pemerintah pun terpaksa memberikan dana talangan hingga mencapai Rp 6,76 triliun untuk menyelematkan bank tersebut. Penyelamatan bank dilakukan agar rush tidak menjalar ke bank lainnya lantaran terjadi di tengah situasi krisis finansial global. 

Otoritas Jasa Keuangan merupakan produk dari krisis finansial global 2008. Pemerintah dan DPR meyakini pengawasan makroprudensial dan mikroprudensial dibutuhkan untuk menghindari permasalahan serupa Bank Century kembali terjadi. 

Apakah kemudian tak ada masalah selama pengawasan OJK? Berdasarkan catatan Katadata, terdapat masalah pada dua bank besar yang sempat terjadi selama pengawasan perbankan berada di bawah OJK, yakni PT Bank Muamalat Tbk dan PT Bank Bukopin Tbk. Keduanya mengalami permasalah permodalan, salah satunya yakni Bukopin bahkan sempat mengalami rush atau penarikan dana nasabah secara besar-besaran.

Saat ini, Mumalat telah mendapatkan suntikan modal dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), sedangkan Bukopin mendapatkan suntikan dari bank asal Korea Selatan, Kookmin Bank. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam pertemuan dengan industri jasa keuangan pada pekan lalu menjelaskan kondisi industri keuangan terjaga tetap stabil dan berada dalam tren yang positif. Penyaluran kredit hingga Mei 2022 tumbuh 9,03% secara tahunan atau 4,23% dibandingkan posisi akhir tahun lalu. Rasio kecukupan modal sangat tinggi yakni mencapai 24,74%, jauh di atas ambang batas minimal yang ditetapkan OJK sebesar 8%.

"Profil risiko perbankan juga masih berada di bawah threshold yaitu 3,04%," kata Wimboh, Kamis (7/7). 

Berdasarkan data statistik OJK, perbankan juga berhasil membukukan keuntungan pada kuartal pertama tahun ini. Laba bank umum bahkan melonjak 37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 45 triliun. Berdasarkan kelompoknya sesuai dengan modal inti, seluruhnya berhasil membukukan laba. 

Di sisi lain, perbankan masih memiliki pekerjaan rumah yakni resturkturisasi kredit yang masih mencapai ratusan triliun. OJK mencatat, restrukturisasi kredit perbankan terkait Covid-19 hingga Mei 2022 mencapai Rp 596,26 triliun.

Angka restrukturisasi kredit ini sebenarnya sudah turun 67,24% dibandingkan akhir 2021 lalu. Namun, jumlahnya masih mencapai hampir 10% dari total kredit yang mencapai Rp 6.012,4 triliun.  Adapun OJK rencananya akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit pada Maret 2023.