Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru yang membatasi penyaluran kredit oleh pemberi dana atau lender, termasuk bank lewat teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). PT Bank DBS Indonesia menyebutkan bahwa aturan itu tidak akan memengaruhi laju penyaluran dana dari bank ke fintech.
Hal ini lantaran kerja sama fintech dengan bank tidak dilakukan secara eksklusif. Nilai penyaluran dana lewat fintech juga sudah sesuai dengan aturan yang dibuat.
"Jadi, tidak ada aturan yang kami langgar dari kerja sama antara bank dan fintech," ujar Consumer Banking Director of Bank DBS Indonesia Rudy Tandjung dalam konferensi pers pada Rabu (20/7) di Jakarta.
Ia juga mengatakan, bank dan fintech perlu melakukan kolaborasi, termasuk penyaluran pendanaan. Kerja sama itu bisa memperluas pinjaman bank kepada pasar yang belum terlayani. "Untuk melayani customer lebih baik," katanya.
Dia mengatakan bahwa Bank DBS telah bekerja sama dengan fintech Kredivo dalam bentuk joint financing senilai Rp 2 triliun. Bulan lalu, bank tersebut juga bekerja sama dengan fintech Modalku menyediakan pembiayaan Rp 100 miliar dalam bentuk channeling.
Bank lain seperti BRI telah menggandeng Modal Rakyat untuk menyalurkan pembiayaan hingga Rp 30 miliar untuk UMKM melalui aplikasi fintech tersebut. Kemudian, Bank Mandiri menggaet Investree untuk menyalurkan pinjaman dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Bank lainnya adalah Bank Central Asia (BCA) yang berkolaborasi dengan Akseleran untuk menyalurkan pinjaman Rp 30 miliar kepada UMKM. Kolaborasi ini dilakukan dengan skema channeling.
Namun, OJK telah mengeluarkan aturan baru yang membatasi penyaluran kredit oleh pemberi dana atau lender, termasuk bank lewat fintech. "Batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan,” demikian dikutip dari Peraturan OJK atau POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, Selasa (19/7).
OJK sendiri memang menggodok aturan yang akan membatasi lender institusi, menyalurkan kredit lewat penyelenggara fintech lending sejak tahun lalu. Ini bertujuan mengurangi ketergantungan fintech terhadap bank.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B Bambang W Budiawan mengatakan, otoritas akan memperjelas kriteria lender institusi lewat regulasi tersebut, terutama yang berasal dari luar negeri. Ini agar fungsi pengawasan lebih efektif dan terukur.
Selain itu, penyaluran kredit lender institusi seperti bank, dibatasi 25% dari total outstanding tahunan penyelenggara fintech lending. "Ketergantungan platform sangat tinggi pada lender tertentu," kata Bambang kepada Katadata.co.id, tahun lalu (26/11/2021).
Menurutnya, platform fintech lending dengan jumlah lender institusi yang sedikit tetapi menguasai akumulasi kredit, kurang baik dari sisi manajemen risiko. "Lender dapat mengendalikan penyelenggara fintech," ujarnya.