PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menyampaikan akan turut menaikkan suku bunga kredit setelah Bank Indonesia mengerek tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75% mulai Agustus ini. Dengan demikian, suku bunga kredit konsumer seperti kredit kendaraan bermotor (KKB) hingga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan ikut terkerek.

Hanya saja, menurut Corporate Secretary Bank Rakyat Indonesia, Aestika Oryza Gunarto, secara teknis, penyesuaian suku bunga kredit tidak bisa dilakukan serta merta begitu suku bunga acuan bank sentral berubah. Beberapa faktor yang akan diperhitungkan oleh perseroan salah satunya adalah kondisi likuiditas.

“Hal tersebut disebabkan berbagai faktor, di antaranya faktor likuiditas serta struktur simpanan dan pinjaman yang berbeda antara masing-masing bank,” katanya saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (24/8). 

Dirinya menjelaskan, perubahan suku bunga acuan tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit menurut proyeksi BRI. Sebab, suku bunga kredit bukan satu-satunya variabel untuk meningkatkan pertumbuhan kredit. Lalu, berdasarkan perhitungan model ekonometrika, variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit yaitu konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

“Oleh karenanya, BRI tetap optimistis mampu menumbuhkan kredit pada kisaran 9% sampai 11% yoy hingga akhir tahun 2022, atau sampai dengan saat ini tidak merevisi pertumbuhan yang ditetapkan pada awal tahun,” kata Aestika. 

Kenaikan BI rate ini, menurutnya, akan menyebabkan peningkatan perebutan dana di masyarakat. Namun saat ini, perebutan dana di masyarakat tidak akan seketat pada saat pertumbuhan kredit mencapai dua digit. 

Namun demikian dengan likuiditas perbankan khususnya BRI saat ini berada dalam kondisi yang memadai. Di mana LDR BRI konsolidasian pada akhir kuartal II 2022 tercatat sebesar 88,5%. 

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan BI menaikkan suku bunga merupakan langkah preventif dan forward looking. BI melihat adanya risiko kenaikan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan harga pangan yang bergejolak.

Perry menjelaskan, inflasi inti juga berpotensi meningkat seiring naiknya permintaan. BI memperkirakan inflasi inti dapat mencapai 4,15%, sedangkan inflasi secara keseluruhan dapat mencapai 5,24%.

"Kebijakan ini untuk memperkuat stabilitas rupiah dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat," ujar Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (23/8). 

Perry menjelaskan, inflasi inti juga berpotensi meningkat seiring naiknya permintaan. BI memperkirakan inflasi secara keseluruhan hingga akhir tahun ini dan tahun depan akan berada di atas 4%, atau melewati target bank sentral. 

 

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail