OJK Ramal Indonesia Bisa Pimpin Pasar Karbon Dunia, Nilainya Rp8.475 T

Dok. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam acara launching Journalist Class. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Forum Pemimpin Redaksi Indonesia (Forum Pemred) menyelenggarakan Journalist Class guna meningkatkan kapasitas dan kompetensi wartawan media massa khususnya mengenai sektor jasa keuangan (30/08/2022).
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Lavinda
27/9/2022, 20.24 WIB

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan Indonesia mulai melangkah untuk menggunakan inisiatif pasar karbon sebagai alternatif pembiayaan bagi sektor riil.

“Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin di kawasan ini (pasar karbon). Dengan hutan-hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon,” ujar Mahendra Siregar dalam pidato pada forum bertajuk International Seminar on Carbon Trade 2022 seperti dikutip Antara, Selasa (27/9).

Menurut dia, potensi penyerapan karbon tersebut belum termasuk potensi yang bisa diserap mangrove dan potensi penyerapan karbon lainnya yang lebih besar. Berdasarkan angka tersebut, kata dia, Indonesia bahkan bisa menghasilkan sebanyak US$ 565 miliar atau sekitar Rp 8.475 triliun hanya dari perdagangan karbon.

Mahendra menjelaskan, sebagai salah satu kebijakan pemerintah, penetapan harga karbon sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim karena pemerintah dapat memberikan insentif untuk mendorong pengurangan emisi dan disinsentif bagi yang memproduksi emisi lebih dari batas yang ditoleransi.

“Per April 2022 sebanyak 68 instrumen penetapan harga karbon, termasuk pajak karbon dan skema perdagangan yang efisien telah dikembangkan secara global,” katanya.

Begitu juga dengan Indonesia yang telah menetapkan keputusan presiden tentang nilai ekonomi karbon yang mengatur pelaksanaan penetapan harga karbon melalui beberapa mekanisme, salah satunya perdagangan karbon ke pasar karbon.

“Kami akan mendapatkan kerangka peraturan yang jelas untuk otoritas dan pengoperasian pasar karbon pada jasa keuangan dan peraturan lain yang sudah ada, baik untuk perdagangan domestik maupun luar negeri. Kita juga harus mengarahkan infrastruktur sekunder primer dan pasar untuk dapat mendukung beroperasinya pasar karbon,” jelasnya.

Menurut Mahendra, OJK siap mendukung inisiatif yang telah ditetapkan Nationally Determined Contribution (NDC) dengan menyiapkan mekanisme pengawasan yang sesuai.

“Meskipun tekanan dari perlambatan ekonomi global dan inflasi yang tinggi, sektor keuangan kita tetap tangguh didukung oleh intermediasi yang tumbuh, likuiditas yang cukup dan permodalan yang kuat. Pasar modal kami juga tetap solid dengan peningkatan penggalangan dana dan jumlah investor yang telah melampaui sembilan juta,” tuturnya.


Maka itu, dia meminta seluruh pemangku kepentingan saling berkoordinasi untuk mendukung upaya pemerintah dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Inisiatif perdagangan karbon akan dilakukan secara langsung atau melalui pasar karbon, tetap sejalan dengan semangat transisi menuju keberlanjutan.

“Komitmen kita terhadap ekonomi yang lebih hijau harus sesuai dengan kepentingan bangsa kita untuk memastikan  semuanya dapat merasakan manfaat dari kebijakan ini. Saya ingin mengapresiasi dan terus mendorong sinergi antara pemerintah, OJK, dan para pelaku usaha, karena kerja sama kita sangat penting untuk mensukseskan inisiatif ini,” ucap Mahendra.