Profil Credit Suisse, Bank Investasi Eropa yang Berpotensi Picu Krisis

ANTARA FOTO/REUTERS/Arnd Wiegmann/WSJ/dj
Arnd Wiegmann Logo bank Swiss Credit Suisse terlihat di sebuah gedung perkantoran di Zurich, Swiww, Senin (21/2/2022).
Penulis: Lavinda
4/10/2022, 17.46 WIB

Bank investasi asal Swiss, Credit Suisse, tengah menjadi sorotan para pelaku ekonomi. Di tengah potensi resesi ekonomi global, kondisi keuangan perusahaan merosot signifikan dan dikhawatirkan berpotensi membawa efek domino bagi perekonomian di Uni Eropa, bahkan global.

Lalu, bagaimana profil Credit Suisse yang tengah menjadi sorotan dunia karena berpotensi memicu krisis ekonomi global?

Dikutip dari situs resminya, Credit Suisse mulai terbentuk pada 5 Juli 1856, ketika Swiss membutuhkan biaya perluasan jaringan kereta api serta industrialisasi Swiss.

Kemudian, perusahaan yang dahulunya bernama Schweizerische Kreditanstalt ini berubah menjadi bank terintegrasi yang beroperasi di banyak negara di seluruh dunia.

14 kemudian, kantor perwakilan asing pertama bank dibuka di New York, Amerika Serikat (AS). Pada 1905, cabang pertama bank di luar Zurich dibuka di Basel, setelah akuisisi Oberrheinische Bank.

Bank investasi Swiss mengalami peningkatan kinerja signifikan selama 1,5 abad berikutnya. Credit Suisse berkembang secara bertahap menjadi penyedia layanan keuangan global.

Perkembangan dicapai, baik melalui pertumbuhan organik maupun non-organik seperti serangkaian aksi merger dan akuisisi.

Beberapa aksi penggabungan usaha yang dilakukan antara lain, bank investasi AS CS First Boston pada 1990, dan bank swasta Swiss Bank Leu pada 1993.

Selanjutnya, bank terbesar keempat di Swiss, Volksbank pada 1993, wealth manager hedging asal Brasil, Griffo pada 2007, Wealth Management Businesses Morgan Stanley di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika pada 2013.

Pada 2006, Credit Suisse mulai beroperasi sebagai bank universal penyedia jasa terintegrasi yang aktif dan menyediakan solusi secara global untuk klien di bidang perbankan swasta, perbankan investasi, dan manajemen aset.

Bank ini melayani klien melalui empat divisi wealth management yang berfokus secara regional yakni, International Wealth Management, Swiss Universal Bank, dan Asia Pasifik.

Bisnis regional ini dilengkapi dengan Global Market, serta Investment Banking dan Capital Markets, dua divisi yang khusus dalam kemampuan bank investasi.

Secara umum, kelima divisi tersebut bekerja sama untuk memberi solusi keuangan kepada klien.

Segmen Swiss Universal Bank menawarkan saran dan solusi keuangan yang komprehensif untuk klien swasta, perusahaan, dan institusi di Swiss.

Segmen Manajemen Kekayaan Internasional memberikan layanan konsultasi, dan solusi investasi dan pembiayaan yang disesuaikan untuk klien swasta kaya dan manajer aset eksternal di Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.

Segmen Asia Pasifik terdiri dari aktivitas wealth management, financing, dan underwriting.

Segmen Pasar Global memberikan penjualan sekuritas, perdagangan dan eksekusi, pialang utama, dan penelitian investasi yang komprehensif.

Sementara itu, segmen Perbankan Investasi dan Pasar Modal mencakup layanan perbankan investasi kepada korporasi, lembaga keuangan, dan sponsor keuangan.

Divisi global dilengkapi dengan empat wilayah yakni, Swiss, Eropa, Timur Tengah dan Afrika (EMEA), Asia Pasifik (APAC), dan Amerika. Pendekatan ini memperkuat model terintegrasi dengan bisnis global dan akuntabilitas klien regional.

Tak selalu mulus, aktivitas bisnis Credit Suisse juga diwarnai berbagai persoalan. Pada 2011, seperti banyak pesaingnya, perusahaan mengurangi jumlah karyawan untuk menghadapi pasar yang memburuk di seluruh dunia.

Pada tahun 2014, mereknya ternoda oleh kasus di Departemen Kehakiman AS, di mana Credit Suisse dinyatakan bersalah berkonspirasi untuk membantu penghindaran pajak atas nama kliennya. Bank mencapai kesepakatan dengan Departemen Kehakiman pada Januari 2017, mengenai masalah sekuritas berbasis hipotek perumahan.

Saat ini, Credit Suisse beroperasi di lebih dari 50 negara dan lebih dari 47.860 karyawan dari lebih dari 150 negara yang berbeda. 

Kronologi Kisruh Credit Suisse

Harga saham perusahaan bank investasi terbesar asal Swiss, Credit Suisse mengalami penurunan tajam pada perdagangan awal pekan ini sebesar 10%. Sedangkan, bila dilihat sejak awal tahun, saham Credit Suisse sudah jatuh 60%.

Kejatuhan harga saham Credit Suisse imbas dari laporan Financial Times yang menyebut, para eksekutif Credit Suisse tengah meyakinkan para investor utamanya di tengah meningkatnya kekhawatiran kondisi keuangan perusahaan.

Situasi ini tak pelak memunculkan kekhawatiran, di tengah meningkatnya risiko resesi ekonomi global, Credit Suisse bisa bernasib seperti Lehman Brothers, salah satu bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat yang jatuh pailit dihantam krisis pada 2008 silam dengan utang senilai US$ 613 miliar.

Dalam sebuah pernyataan kepada CNBC pada hari Senin, pihak Credit Suisse mengatakan akan memberikan pembaruan pada tinjauan strateginya ketika merilis hasil kinerja pada kuartal ketiga, yang dijadwalkan pada 27 Oktober. 

“Akan terlalu dini untuk mengomentari hasil potensial apa pun sebelum itu,” katanya.

Kekhawatiran terhadap kondisi Credit Suisse terjadi karena spread credit default swap bank yang naik tajam ke level 250 pada hari Jumat. Ini sebenanrya bukan level yang tidak biasa bagi sebuah perusahaan, tetapi tinggi untuk bank besar, dan level terburuk Credit Suisse sejak 2009.

Credit default swap adalah derivatif atau kontrak keuangan yang memungkinkan investor untuk “menukar” atau mengimbangi risiko kreditnya dengan risiko investor lain. Angka credit default swap yang meningkat menunjukkan kekhawatiran investor bahwa bank ini akan berakhir gagal semakin tinggi.

Dalam sebuah pernyataan kepada CNBC pada Senin, Credit Suisse mengatakan baru akan memberikan pembaruan pada tinjauan strateginya ketika merilis hasil kuartal ketiga yang dijadwalkan pada 27 Oktober.

Credit Suisse adalah salah satu bank terbesar di Eropa dan masuk dalam kelompok bank global berdampak sistemik. Mereka harus meningkatkan modal, menghentikan pembelian kembali saham, memotong dividen dan mengubah manajemen setelah rugi lebih dari US$ 5 miliar setara Rp 70 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS) akibat kasus kegagalan perusahaan investasi Archegos pada Maret 2021.

Reporter: Lavinda