Dua perbankan besar Tanah Air, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI), menyatakan bakal membuka ruang untuk menaikkan suku bunga kredit dan simpanan.
Hal ini akan dilakukan industri perbankan sebagai respons kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) yang pada pertemuan Rabu waktu setempat diperkirakan masih akan kembali mengerek suku bunganya.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menilai, kebijakan tersebut dinilainya juga akan turut direspons oleh bank sentral Tanah Air dengan mengerek suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR).
"Fed pasti akan naikkan bunga lagi, bisa nanti diikuti oleh BI (Bank Indonesia)," kata Jahja, kepada Katadata.co.id, Rabu (2/11).
Dengan kenaikan tersebut, mau tidak mau kata dia, perbankan akan ikut melakukan penyesuaian baik suku bunga maupun deposito. "Simpanan dan kredit ke depan logika ya akan naik," ucapnya.
Meski begitu, Jahja menyebut perusahaan juga telah mengantisipasi perlambatan kinerja perusahaan seiring dengan potensi naiknya suku bunga. "Perlambatan kinerja sejauh tidak over leverage akan tetap menguntungkan," ujarnya.
Berdasarkan situs perusahaan, sat ini suku bunga dasar kredit (SBDK) yang berlaku di BCA sejak 30 September 2021 untuk kredit korporasi tercatat sebesar 7,95%, kredit retail sebesar 8,20%. Kemudian, kredit konsumsi untuk KPR sebesar 7,20% dan non-KPR sebesar 5,96%.
Sebelumnya, Jahja mengungkapkan, BI terakhir kali mengerek suku bunganya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober lalu sebesar 50 basis poin menjadi 4,75%. Menurut Jahja, industri perbankan akan turut menyesuaikan suku bunga kredit paling tidak dua hingga tiga bulan setelahnya.
Menurutnya, setiap bank juga akan memiliki strategi yang berbeda dalam menaikkan suku bunga kredit.
"Kalau itu terjadi mungkin itu baru terefleksi dalam pinjaman-pinjaman yang harus perbankan berikan. Dalam hal ini tentu ada suatu jeda waktu, paling tidak mungkin perlu waktu 2 sampai 3 bulan ke depan untuk melakukan penyesuaian,” kata Jahja, dalam konferensi pers, Kamis (20/10).
BRI Juga Berpeluang Naikkan Bunga Kredit dan Simpanan
Sementara itu, BRI menilai, pada pertemuan Rabu malam waktu setempat, The Fed diproyeksikan masih akan mengerek suku bunga sebesar 75 basis poin. Kenaikan suku bunga The Fed tentunya akan berdampak pada perbankan dunia salah satunya Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyai Indonsia Tbk, Aestika Oryza Gunarto, mengatakan BRI akan selalu melakukan peninjauan secara berkala mengenai kebijakan suku bunga.
"Terkait suku bunga kredit simpanan dan pinjaman, BRI terus melakukan tinjauan suku bunga secara berkala. Selain itu terus membuka ruang untuk melakukan penyesuaian suku bunga," kata Aestika kepada Katadata, Rabu (2/11).
Namun secara teknis, Aestika mengatakan penyesuaian suku bunga kredit tidak bisa dilakukan serta merta begitu suku bunga acuan berubah. Hal tersebut dikarenakan berbagai faktor, di antaranya faktor likuiditas serta struktur simpanan dan pinjaman yang berbeda beda antar masing masing bank.
Saat ini, BRI sudah melakukan penyesuaian suku bunga, baik simpanan maupun kredit seiring dengan tren kenaikan suku bunga.
"Sebagai contoh untuk suku bunga counter deposito, telah naik antara 15 bps hingga 25 bps tergantung jangka waktu (tenor) deposito. Khusus untuk suku bunga kredit, BRI telah melakukan penyesuaian khususnya untuk rate pinjaman jangka pendek," katanya.
Dia mengatakan bahwa fokus BRI saat ini ada pada pencadangan dan sustainability kinerja. Selain itu, strategi pencadangan harus dipupuk untuk mengantisipasi tantangan ekonomi atas ketidakpastian ekonomi global akibat inflasi dan dampak perang.
Perusahaan juga telah menyiapkan empat strategi di tengah tren kenaikan suku bunga dan ketidakpastian ekonomi global. Strategi tersebut antara lain:
- Selective Growth
Dengan berfokus pada sektor-sektor yang memiliki potensi yang kuat serta eksposur minimum terhadap gejolah tersebut, seperti Pertanian, Industri bahan kimia, serta makanan dan minuman.
Selain itu, BRI juga menerapkan strategi business follow stimulus dengan memfokuskan pertumbuhan berdasarkan stimulus pemerintah untuk penguatan pertumbuhan ekonomi domestik.
- Pemeliharaan Kualitas
Selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah. Selain itu juga, BRI menerapkan soft landing strategy dengan membentuk cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi.
- Fokus pada Pinjaman Hasil Tinggi
BRI akan fokus untuk bertumbuh pada pinjaman-pinjaman yang memiliki high yield, yaitu segmen mikro dan consumer loan.
- Pertumbuhan yang Efisien Melalui CASA
Dalam menghadapi kenaikan suku bunga, BRI berencana untuk meningkatkan CASA secara gradual dari ~63% pada FY’2021, menjadi ~66% pada FY’2024 dengan cara: wholesale transaction, penetrasi digital saving BRI, dan hyperlocal ecosystem pada segmen mikro.