Hadapi Resesi, OJK Minta Bank Tingkatkan Modal dan Pencadangan

Dok. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar
Penulis: Lavinda
3/11/2022, 13.48 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta lembaga jasa keuangan memperkuat permodalan dan meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk menghadapi potensi resesi ekonomi ke depan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, penguatan modal dan peningkatan cadangan perlu dilakukan untuk bersiap dalam menghadapi skenario yang mungkin lebih buruk akibat kenaikan risiko kredit terhadap pembiayaan.

"Serta meningkatkan buffer (penyangga) likuiditas untuk memitigasi risiko likuiditas," ujar Mahendra dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) IV Tahun 2022, Kamis (3/11).

Tak hanya itu, perusahaan perbankan umum juga dituntut melakukan pemenuhan modal inti sesuai aturan. Salah satu strategi yang bisa dilakukan ialah dengan melakukan konsolidasi. 

Untuk perusahaan pembiayaan, OJK menginstruksikan multifinance untuk mendiversifikasi sumber pendanaan. Menurut dia, hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas di sektor perbankan dengan terakselerasinya laju pertumbuhan kredit.

Terkait perkembangan risiko kredit di lembaga jasa keuangan, rasio kredit bermasalah bruto atau non-performing loan (NPL) gross perbankan tercatat berada di level 2,78% per September 2022. Sementara itu, rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) multifinance berada di level 2,58%. 

"Likuiditas perbankan memadai dengan rasio alat likuid per non-core deposit di level 121,62%, dan alat likuid per DPK 27,35%," kata Mahendra.

Dia juga menyebutkan, ketahanan permodalan di industri jasa keuangan meningkat dengan rasio KPMN/CAR mencapai 25,12%. Sejalan dengan itu, terjadi penguatan permodalan industri asuransi jiwa dan asuransi umum dengan RBC masing-masing 467,25% dan 312,79%. Begitu pula gearing rasio multifinance yang mencapai dua kali.

Dalam paparannya, Mahendra menyebutkan, dilihat dari berbagai indikator, fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan sampai saat ini tumbuh secara konsisten, sejalan dengan kinerja perekonomian nasional.

Berdasarkan data OJK, kredit perbankan tercatat tumbuh 11% secara tahunan atau Year on Year (YoY) per September 2022. Capaian ini didorong oleh kredit modal kerja yang tumbuh 12,26% dan kredit debitur korporasi yang naik 12,97%.

Dana pihak ketiga tercatat tumbuh 6,77%, didorong giro dan tabungan yang masing-masing tumbuh 13,52% dan 10,05%.

Sejalan dengan kinerja intermediasi perbankan, penyaluran pembiayaan di perusahaan multifinance juga positif, sementara premi asuransi, dan penghimpunan dana di pasar modal pun terus meningkat.

Penyaluran pembiayaan di perusahaan multifinance tercatat tumbuh 10,68%, didukung pembiayaan modal kerja dan investasi yang masing-masing tumbuh 27% dan 21%.

Premi di industri asuransi meningkat Rp 23,7 triliun pada September, dengan premi asuransi jiwa Rp 14,6 triliun dan asuransi umum Rp 9,1 triliun.

Sementara itu, penghimpunan dana di pasar modal sampai 25 Oktober 2022 tercatat mencapai Rp 190,9 triliun dengan tambahan 48 emiten baru yang melantai di bursa saham