Ditekan Inflasi, Perusahaan Warren Buffett Merugi Rp 42,23 Triliun

123RF.com/Dima Photo
Warren Buffett, orang terkaya nomor tiga di dunia versi Bloomberg Billionaires Index 2019.
6/11/2022, 15.35 WIB

Perusahaan milik miliarder Warren Buffett, Berkshire Hathaway Inc membukukan kerugian kuartal ketiga sebesar US$ 2,69 miliar atau setara Rp 42,23 triliun, pada Sabtu (5/12). Salah satu penyebab kerugian adalah meningkatnya inflasi, jatuhnya investasi saham dan kerugian besar dari Badai Ian.

Meskipun begitu, laba operasional perusahaan tersebut tetap naik 20%, melampaui perkiraan analis.

Sebagai perbandingan, pada kuartal kedua 2022 perusahaan milik miliarder Warren Buffett tersebut juga melaporkan kerugian hingga US$ 43,8 miliar, atau setara Rp 687 triliun.

Adapun sepanjang periode Juli-September 2022, Berkshire masih memperoleh keuntungan dari peningkatan permintaan dan harga untuk penjualan rumah baru, produk industri dan energi. Sementara itu, upaya Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve memerangi inflasi, cukup membantu Berkshire menghasilkan lebih banyak pendapatan dari investasi asuransi.

"Pada keseimbangan, hasil yang kuat menunjukkan ketahanan, mengingat dampak inflasi, suku bunga yang lebih tinggi dan tantangan rantai pasokan," kata analis Edward Jones & Co, Jim Shanahan yang merekomendasikan "beli" untuk saham Berkshire.

Perusahaan Buffett mengambil keuntungan dari penurunan pasar ekuitas untuk menambah lebih banyak saham ke portofolio US$ 306 miliar, membeli bersih US$ 3,7 miliar dan membangun 20,9 % saham sekarang di Occidental Petroleum Corp.

Perusahaan milik salah satu orang terkaya dunia ini juga melakukan aksi buyback atau membeli kembali lebih banyak sahamnya sendiri senilai US$ 1,05 miliar, seperti yang dilakukan pada kuartal kedua. Aksi tersebut membeli kembali beberapa saham tersebut dilakukan pada Oktober.

Sementara itu, Berkshire masih melihat adanya beberapa tantangan dalam bisnisnya, seperti terkait rantai pasokan dan kondisi eksternal di luar kendali perusahaan. Beberapa hal tersebut, seperti perkembangan Covid-19 dan konflik antara Rusia dan Ukraina. 

Di samping itu, Berkshire juga menyatakan kenaikan biaya bahan bakar dan kecelakaan, telah menimbulkan kerugian pada masing-masing di dua bisnisnya, yakni kereta api BNSF dan perusahaan asuransi mobil, Geico.

Analis CFRA Research, Cathy Seifert merekomendasikan hold atau "tahan" untuk saham Berkshire. Menurut dia, perusahaan kemungkinan berada pada titik belok, tidak seperti ekonomi, di mana perusahaan perlu menahan biaya untuk mengantisipasi risiko pelambatan permintaan dan kemungkinan resesi.

"Intinya, ini adalah kuartal yang sehat, tetapi kita perlu memperhatikan kinerja selama 12 bulan ke depan," kata Seifert.