Kementerian Kesehatan akan menaikkan tarif pembayaran Badan Pelaksana Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mulai Desember 2022. Beberapa rumah sakit akan mendapatkan kenaikan tarif hingga 30%.
Adapun tarif yang dimaksud adalah tarif dalam metode pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit melalui sistem paket per episode pelayanan kesehatan atau Indonesian Case Based Group (INA CBGs). Pembayaran tersebut mencakup seluruh biaya perawatan peserta BPJS Kesehatan hingga sembuh.
"INA CBGs naik mulai 1 Januari 2023 dan itu bervariasi. Rata-ratanya sekitar 12%, tapi ada yang sampai 30% naiknya," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (22/11).
Budi mengatakan, sumber dana yang menutup kenaikan tarif tersebut berasal dari surplus BPJS Kesehatan saat ini yang mencapai Rp 52 triliun. Menurutnya, kenaikan tarif tersebut penting lantaran penyesuaian tarif INA CBGs terakhir adalah pada 2016.
Ia menekankan, kenaikan tarif INA CBGs tidak akan dibebankan kepada peserta BPJS Kesehatan. Dengan demikian, iuran yang saat ini dibayarkan peserta BPJS Kesehatan tidak akan berubah.
Namun demikian, Budi mengatakan kenaikan tarif tersebut hanya dapat ditanggung BPJS Kesehatan hingga 2025. Budi menyampaikan, penundaan pembebanan ke kenaikan tarif ke peserta BPJS Kesehatan dilakukan lantaran hal tersebut sulit diterima pemangku kepentingan secara politik untuk saat ini.
"Diharapkan nanti pada 2025 memang harus ada kenaikan tarif yang menurut saya wajar. Enggak mungkin rumah sakit tidak menaikkan gaji karyawannya, tinggal bagaimana bisa mengedukasi masyarakat bahwa kenaikan premi ini salah satu hal yang wajar dilakukan," kata Budi.
Budi menjelaskan, besaran penyesuaian tarif tersebut merupakan jalan tengah dari pengajuan yang diberikan BPJS Kesehatan dan pihak rumah sakit. Budi mencatat BPJS Kesehatan mengajukan kenaikan tarif hanya sebesar 10%, sedangkan pihak rumah sakit meminta kenaikan tarif INA CBGs setidaknya 20%.
Budi menilai, kenaikan tarif INA CBGs merupakan keniscayaan mengingat inflasi nasional terus naik setiap tahunnya. Meski demikian, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat rata-rata inflasi dalam tiga tahun terakhir atau 2019-2021 terpantau rendah yakni berada di kisaran 1-2%.
Budi mengatakan, kenaikan tarif INA CBGs tersebut merupakan salah satu insentif agar rumah sakit menjalankan program Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS. Program ini mewajibkan seluruh rumah sakit di dalam negeri untuk menerapkan 12 standar dalam bangsal rawat inap.
Adapun hal tersebut direncanakan berlaku bagi seluruh rumah sakit milik pemerintah pada 2023, sedangkan seluruh rumah sakit dijadwalkan wajib menerapkan KRIS pada 2025. Saat ini, rumah sakit pemerintah berkontribusi sekitar 25% dari total rumah sakit di dalam negeri.
Rumah sakit pemerintah yang dimaksud adalah rumah sakit vertikal, rumah sakit umum daerah provinsi, dan rumah sakit umum daerah kabupaten/kota. Sementara rumah sakit badan usaha milik negara dan rumah sakit aparat penegak hukum dijadwalkan dapat menerapkan KRIS pada 2024.
Budi mengatakan, penerapan KRIS pada rumah sakit sangat memungkinkan lantaran delapan dari 12 standar telah dipenuhi oleh rumah sakit. Hal tersebut disebabkan delapan standar tersebut telah diatur oleh Kemenkes oleh peraturan sebelumnya.
Ia mencatat, empat standar yang harus dipenuhi rumah sakit lainnya adalah menjaga suhu ruangan rawat inap sebesar 20 derajat celcius, menyediakan lemari, mengurangi jumlah tempat tidur menjadi empat tempat tidur per ruangan, dan menyediakan bel perawat.
"Aku bilang terus terang saja, bagi rumah sakit-rumah sakit nggak sulit-sulit amat untuk menerapkan KRIS, karena yang delapan harusnya sudah terpenuhi," kata Budi.