Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis, kredit perbankan masih akan melanjutkan tren pertumbuhan di tahun depan meskipun menghadapi risiko resesi ekonomi global dan kenaikan inflasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menuturkan, sampai dengan Oktober ini, rata-rata kredit industri perbankan nasional tumbuh 12%. Dia meyakini, hal ini akan terus berlanjut hingga tahun depan jika tidak ada risiko global yang kian memburuk.
"Pertumbuhan kredit ini bisa kita pertahankan di tahun depan. Kelihatan dana pihak ketiga juga masih naik," ungkap Dian, kepada awak media pada acara 50th ASEAN Banking Council (ABC) Meeting yang diselenggarakan Perbanas di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (2/12).
Dian menambahkan, seiring dengan kondisi perekonomian global yang membaik, ditandai dengan sinyal The Fed yang bakal mengerem kenaikan suku bunga dan kebijakan pemerintah Cina membuka ekonominya melalui zero covid policu, diharapkan semakin membuat ekonomi global kian kondusif.
"Kita berharap perbankan kita cukup bagus karena appetite investor asing masuk lembaga perbankan kita itu masih cukup besar," ujarnya.
Eks Kepala PPATK ini juga menambahkan, saat ini, sektor perbankan Tanah Air masih menjadi primadona jika dinilai secara global maupun di Asia Tenggara. Banyak investor global yang berminat untuk berinvestasi berkenaan dengan kewajiban pemenuhan modal inti bagi bank umum yang ditetapkan regulator Rp 3 triliun di penghujung tahun ini.
"Saya pikir minggu depan saya menerima tamu yang ingin melakukan investasi di sektor perbankan," ujarnya.
Merujuk pada data OJK, sampai dengan September 2022, kredit perbankan tercatat tumbuh 11% secara tahunan. Pertumbuhan tersebut terutama ditopang oleh kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 12,26% secara tahunan.
Adapun, secara bulanan, nominal kredit perbankan naik sebesar Rp 95,45 triliun menjadi Rp 6.274,9 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 6,77% secara tahunan menjadi Rp 7.647 triliun per September.
Dari sisi likuiditas industri perbankan pada September 2022 juga berada dalam level yang memadai. Rasio Alat Likuid atau Non-Core Deposit dan Alat Likuid atau DPK masing-masing sebesar 121,62% dan 27,35%.
Adapun, risiko kredit melanjutkan penurunan dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77% dan NPL gross yaitu 2,78%. Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp 23,81 triliun menjadi Rp 519,64 triliun, dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,63 juta nasabah.