Sejumlah konglomerat di Tanah Air terus berlomba masuk ke industri bank digital. Propsek di industri ini terus bertumbuh seiring dengan terus meningkatnya nilai transaksi bank digital di Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi digital banking sepanjang 2022 telah mencapai Rp 52.545 triliun, naik 22,13% secara tahunan. Pada tahun ini, otoritas bank sentral memproyeksikan, nilai transaksi juga akan tumbuh di kisaran 22%.
Menurut kajian Google dan Temasek, diperkirakan pada 2025 mendatang, potensi dari layanan keuangan digital di Asia Tenggara mencapai US$ 38 miliar sampai US$ 60 miliar per tahun. Layanan keuangan digital yang dimaksud termasuk bank, Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), asuransi, manajemen aset hingga fintech.
Tidaklah mengherankan, jika konglomerasi besar di Indonesia mengembangkan bank digital dan menggandeng perusahaan yang bergerak di sektor teknologi dan memiliki ekosistem digital. Misalnya, Grup Emtek melalui Bank Fama. Bank ini nantinya disebut sedang dipersiapkan menjadi bank digital dengan menggandeng sejumlah investor strategis lainnya seperti Grab OVO dan Singtel.
Lainnya, ada PT Bank Digital BCA (Blu) milik Grup Djarum menggandeng Blibli. Sedangkan, CT Corp, juga turut mengembangkan bank digital Allo Bank dengan menggandeng Salim Grup hingga Bukalapak.
Selain nama itu, juga terdapat PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang sahamnya dikendalikan PT Akulaku Silvrr Indonesia, yang terafiliasi dengan perusahaan milik Jack Ma, Ant Financial.
Berikut ini deretan bank digital milik para konglomerat yang menggandeng perusahaan teknologi:
1. Allo Bank
Bank yang sahamnya dimiliki pendiri CT Corp, Chairul Tanjung ini di awal pengembangannya juga menggandeng salah satu pelaku industri bank digital terbesar di dunia. Ultimate shareholder emiten bank digital PT Allo Bank Tbk (BBHI), Chairul Tanjung menyatakan, Dengan bekerja sama dengan bank digital terbesar itu, dia meyakini teknologi maupun platform Allo Bank sudah teruji.
Allo Bank juga menggandeng ekosistem Grup Salim yang memiliki jaringan ritel fisik Indomaret yang tersebar di Indonesia ke dalam ekosistem Allo Bank yang jika digabung akan menjadi bank digital dengan ekosistem fisik terbesar di Indoneisa.
CT Corp mempunyai ekosistem yang besar mulai dari jaringan ritel Transmart sebagai hypermarket terbesar di Indonesia. Perseroan juga mempunyai jaringan bisnis makanan dan minuman dan bisnis digital media, hingga theme park. Selain Salim, CT Corp juga menggandeng perusahaan yang mempunyai ekosistem digital seperti Bukalapak, Grab, Traveloka, hingga Carro.
2.Blu by BCA
Mulai dikenalkan kepada publik pada 2 Juli 2021 lalu, anak usaha dari PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ini menyasar segmen kalangan milenial. Sebelum berganti nama menjadi Blu, awalnya merupakan Bank Royal yang diakuisisi BCA senilai Rp 988 miliar.
Di awal pendiriannya, perusahaan menggandeng perusahaan e-commerce Blibli sebagai partner ekslusif dalam merealisasikan platform berbasis ekosistem digital ini. Integrasi antara blu dan Blibli memungkinkan nasabahnya dapat membuka akun rekening bank digital hingga melakukan transaksi pembayaran e-commerce.
Pelanggan Blibli juga bisa melakukan transaksi secara praktis di aplikasi dengan menggunakan akun digital blu melalui fitur in-app payment ataupun QRIS yang dapat digunakan di luar ekosistem Blibli.
3.Bank Jago
Bank Jago sebelumnya memiliki nama Bank Artos. Sahammnya kemudian diakuisisi oleh banker senior Jerry Ng dan bersalin nama menjadi Bank Jago. Setelahnya, perusahaan teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa juga turut membeli saham Bank Jago. Saat ini, GOTO memiliki 21,40% atas saham Bank Jago.
4. SeaBank
Bank ini awalnya bernama PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) kemudian berganti menjadi PT Bank Seabank Indonesia atau Seabank pada 10 Februari 2021 setelah diakuisisi. Saham Seabank dikuasai oleh Sea Grup, bank yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan induk Shopee. Sea Group mengambilalih saham Bank BKE dari perusahaan milik pengusaha nasional, Setiawan Ichlas yakni Danadipa.
5. Bank Neo Commerce
Bank Neo Commerce sebelumnya adalah Bank Yudha Bhakti (BBYB) yang sebelumnya dikuasai oleh Grup Gozco bersama sejumlah induk koperasi di lingkungan TNI. Kemudian, Akulaku Silvrr Indonesia masuk sebagai pemegang saham perseroan melalui mekanisme private placement dan rights issue. Saham BBYB saat ini dikendalikan oleh Akulaku dengan porsi 25,66% saham yang menjalankan bisnis aplikasi kredit virtual finansial di Asia Tenggara.