Bos Gudang Garam Hadiri Sidang Gugatan Kredit Macet Bank OCBC NISP

Katadata
Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk Susilo Wonowidjojo digugat perdata oleh Bank OCBC NISP terkait kredit macet senilai Rp 232 miliar.
Penulis: Happy Fajrian
1/3/2023, 22.24 WIB

Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk (GGRM) Susilo Wonowidjojo melalui kuasa hukumnya akhirnya memenuhi panggilan sidang gugatan perdata Bank OCBC NISP terhadap PT Hair Star Indonesia (HSI) terkait kredit macet senilai Rp 232 miliar di Pengadilan Negeri Sidoarjo Jawa Timur, Rabu (1/3).

Salah satu orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes itu, merupakan pemegang saham pengendali melalui PT Hari Mahardika utama (HMU) sebelum PT HSI dipailitkan secara kontroversial pada September 2021.

“Susilo sebagai tergugat I harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh klien kami, karena adanya pengalihan saham PT HMU kepada Hadi Kristanto Niti Santoso/tergugat 4 tanpa adanya persetujuan dari Bank OCBC NISP,” kata Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan melalui siaran pers.

Keberadaan Susilo sebagai pemilik HMU yang juga mengendalikan HSI merupakan salah satu pertimbangan bank ketika memberikan kredit pada 2016 dan terus melakukan perpanjangan sampai 2021.

“Dalam perjanjian kredit juga tegas disebutkan bahwa setiap perubahan yang terjadi pada debitur (HSI), termasuk kepemilikan saham, harus mendapatkan persetujuan kreditur. Tapi semua kesepakatan itu dilanggar, bahkan HMU melepas sahamnya di HSI hanya sebulan sebelum PKPU,” kata Hasbi.

Pihak Bank OCBC NISP meminta majelis hakim untuk mencermati transaksi penjualan saham HMU di HSI kepada Hadi Kristanto Niti Santoso.

Selain pihak terafiliasi, penjualan saham yang dilakukan sesaat sebelum adanya gugatan PKPU di Pengadilan Negeri Surabaya oleh CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya yang akhirnya berujung pailit terhadap HSI, sangat menguntungkan HMU.

Pasalnya sebagai pemegang saham pengendali, HMU yang 99,9% sahamnya dimiliki oleh Susilo Wonowidjojo itu berupaya lari dari masalah yang menimpa HSI.

“Sangat tidak masuk akal ketika kami baru saja memperpanjang kredit senilai Rp 232 miliar, tiba-tiba dua kreditur dengan tagihan hanya sekitar Rp 4 miliar bisa memailitkan perusahaan dengan total kredit ke banyak bank lebih dari Rp 1 triliun. Ini adalah preseden buruk dan sangat menjatuhkan kepercayaan bank kepada personal seperti Susilo,” tegasnya.

Apalagi diketahui di Juni 2021, HSI kembali mengajukan permohonan pencairan kredit ke OCBC NISP sekitar US$ 233 ribu, tanpa memberitahukan adanya perubahan pemegang saham dan sudah adanya permohonan PKPU di Juni 2021.

“Ini adanya unsur itikad tidak baik dan tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dan pengawasan HSI oleh para Direktur dan Komisaris HSI,” tambah Hasbi.

Dalam gugatan perdatanya, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim untuk menghukum para tergugat dengan harta kekayaan pribadinya karena tidak membayar utang yang menyebabkan kredit macet berupa kerugian materiil sebesar Rp 232 miliar dan immateriil senilai Rp 1 triliun.

Adapun pihak-pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP adalah Susilo Wonowidjojo, PT. HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Dra Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono M.A, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja dan Sundoro Niti Santoso serta PT. HSI. Adapun total terdapat 11 tergugat dan 2 turut tergugat.

Hasbi menjelaskan, para tergugat tersebut saling memiliki hubungan afiliasi. Sebagai pemilik 99,9% saham PT HMU dan pemegang saham pengendali, Susilo Wonowidjojo merupakan suami Meylinda Setyo, Komisaris Utama PT. HSI sampai Desember 2016.

Sementara Lianawati Setyo yang merupakan adik Meylinda, sebelum perubahan pemegang saham menjabat Wakil Direktur Utama PT. HSI. Hubungan PT HMU dan PT HSI makin dekat lantaran Daniel Wijaya yang saat ini masih sebagai direktur utama PT HMU juga pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT HSI sampai dengan Mei 2021.

Kasus kredit macet PT HSI, perusahaan rambut palsu yang sahamnya pernah dimiliki oleh Konglomerat Susilo Wonowidjojo melalui PT Hari Mahardika Utama (PT HMU) ternyata melibatkan banyak bank nasional.

Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 September 2021, tercatat ada 7 bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata.

Dalam putusan tersebut yang ditandatangani Ketua Majelis Hakim PN Surabaya, Khusaini SH, MH disebutkan bahwa ketujuh bank tersebut merupakan kreditur separatis yang mewakili total 145.550 suara dan bersama-sama menyatakan setuju untuk perpanjangan jangka waktu Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Namun, terdapat 11 kreditur konkuren yang mewakili 14.560 suara yang menyatakan tidak setuju. Atas dasar itu majelis hakim memutuskan PT HSI pailit.