Korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya tidak mempercayai proses homologasi sebagai upaya pengembalian dana. Homologasi meerupakan pengesahan perdamaian oleh hakim atas persetujuan antara debitur dengan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.
Ketua Aliansi 896 Korban KSP Indosurya Wan Teddy mengatakan, pada 17 Februari 2023 pemilik Indosurya, Henry Surya mengadakan konferensi pers. Di mana dirinya menyatakan akan menyelesaikan pengembalian dana korban hanya melalui aset settlement (penjualan aset) ataupun sesuai dengan homologasi.
Wan Teddy menjelaskan ketidakpercayaannya muncul dimulai dari sidang PKPU. Di mana Henry Surya saat itu telah mengatakan menyelesaikan seluruh dana nasabah atau korban melalui skema berjangka. Namun dalam pelaksanaannya cicilan yang dimulai pada September 2020 sampai dengan Juni 2026 banyak korban yang hanya menerima cicilan sebesar Rp 100.000 sampai dengan Rp 500.000 selama 11 bulan.
Lalu pada tanggal 17 Juli 2020 dalam putusan homologasi, KSP Indosurya berjanji akan menyelesaikan dan memprioritaskan pembayaran kepada kreditur prioritas seperti yang sakit dan lansia. Namun Wan Teddy menyampaikan banyak yang tidak merasa mendapatkannya.
"Mengingat track record dan pengalaman korban sebelumnya yang seperti itu, maka para korban Koperasi Simpan Pinjam Indosurya menyatakan tidak percaya dengan janji Henry Surya untuk menyelesaikan pengembalian dana korban," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Selasa (7/3).
Dia juga mempertanyakan mengenai pengambilalihan tanggung jawab pembayaran utang KSP Indosurya kepada PT Sun International Capital jika dalam perjanjian homologasi terjadi wanprestasi.
"Apa PT Sun International Capital memiliki aset kekayaan Rp 16 triliun," katanya.
Sebagai informasi, kasus penggelapan dana yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam alias KSP Indosurya mencatat kerugian terbesar sepanjang sejarah. Kejaksaan Agung menyebut koperasi ini menyebabkan kerugian Rp 106 triliun dengan jumlah korban 23 ribu orang.
Dari hasil audit nasabah, ada biaya kerugian sekitar Rp 16 triliun dari 6 ribu orang nasabah. Besarnya kerugian ini hingga banyak yang menyebut setara mendirikan sebuah perusahaan. Salah satu perusahaan publik, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) misalnya, memiliki kapitalisasi pasar Rp 118,95 triliun.