Institute of International Finance, sebuah kelompok jasa keuangan, merilis laporan mengenai pemantauan utang secara global. Dalam laporan berjudul, 'Global Debt Monitor: Cracks in the Foundation', itu disebutkan utang global meningkat pesat melebihi masa sebelum pandemi.
IIF yang merilis laporan itu pada Rabu (18/5) waktu setempat, menyebutkan utang global meroket ke angka U$304,9 triliun dalam tiga bulan pertama 2023. Jumlah ini meningkat sebesar U$8,3 triliun dibandingkan akhir 2022, tertinggi sejak kuartal pertama tahun lalu dan kedua -pembacaan tertinggi yang pernah ada.
Jika dibandingkan sebelum pandemi, utang-utang global ini disebut lebih tinggi US$45 triliun dari sebelum pandemi. "Diperkirakan akan terus meningkat dengan cepat," tulis IIF dalam laporannya.
Mengutip Reuters, laporan IIF secara spesifik menyebutkan peningkatan utang yang di negara-negara berkembang tercatat telah melampaui US$100 triliun. Angka ini disebut-sebut sebagai yang pertama terjadi sepanjang sejarah pemantauan IIF di pasar negara berkembang.
IIF menyebutkan 75% pasar negara berkembang mencatatkan kenaikan utang secara signifikan. Tetapi, kenaikan terbesar disumbang oleh Cina, Meksiko, Brasil, India, dan Turki.
Beberapa negara tersebut, menurut IIF, diuntungkan oleh pelemahan dolar selama beberapa waktu terakhir sehingga menarik investor memberikan pinjaman dalam mata uang lokal. Namun, masih ada sejumlah rintangan untuk masuk ke pasar-pasar ini antara lain disebabkan oleh suku bunga yang kurang kompetitif, biaya pinjaman yang meningkat, hingga pengetatan pasar.
Menurut IIF, dengan berkurangnya perbedaan suku bunga di pasar negara berkembang dengan negara-negara maju, utang dalam mata uang lokal menjadi kurang menarik bagi investor asing.