BPJS Kesehatan mengklaim memiliki kondisi keuangan yang sehat dan tak lagi memiliki tunggakan ke rumah sakit. Lembaga ini mencatatkan surplus selama tiga tahun terakhir dengan saldo hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 56 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menjelaskan, pemanfaatan program JKN telah kembali meningkat setelah sempat turun saat pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan keuangan BPJS Kesehatan 2022 yang dipublikasikan akhir bulan lalu, jumlah pembayaran klaim meningkat dari Rp 90 triliun pada 2021 menjadi Rp 113 triliun pada 2022.
"Walaupun pemanfaatan program ini kembali meningkat atau rebound setelah pandemi Covid-19, program ini masih dalam kondisi keuangan yang sehat secara finansial. Tidak ada lagi utang ke rumah sakit," ujar Ghufron dalam Kongres International Health Economic Association (IHEA) ke-15 di Afrika Selatan seperti dikutip dari Antara, Senin (10/7).
BPJS Kesehatan membukukan surplus mencapai Rp 17,74 triliun pada 2022, tahun ketiga lembaga ini membukukan keuntungan setelah defisit bertahun-tahun sejak beroperasi. Meski demikian, surplus tersebut turun dibandingkan 2021 dan 2020 yang masing-masing mencapai Rp 44,45 triliun dan Rp 45,31 triliun.
Adapun total pendapatan lembaga ini pada tahun lalu mencapai Rp 148,13 triliun, naik dibandingkan 2021 Rp 147,59 triliun. Namun beban BPJS Kesehatan melonjak hampir 30% dari Rp 102,137 triliun pada 2021 menjadi Rp 130,39 triliun.
Ia mengatakan, program JKN pada awal pelaksanaan memiliki tantangan dalam hal kemampuan pembiayaan program. Namun, ia mengklaim lembaganya mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan kebijakan serta melahirkan berbagai inovasi dan peningkatan layanan untuk meningkatkan kesinambungan Program JKN.
"Menjelang 10 tahun pelaksanaan, komitmen politik yang kuat pemerintah untuk mencapai UHC terus dijaga. Kurun waktu 10 tahun ini BPJS Kesehatan telah melalui berbagai proses hingga akhirnya kini terbentuk ekosistem JKN yang matang," kata dia.
Ia mengatakan, program JKN bahkan menjadi percontohan bagi negara-negara lain, khususnya di Asia lantaran memiliki jumlah peserta yang besar. Jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional mencapai 258,9 juta jiwa atau 93,81 persen dari total jumlah penduduk Indonesia hingga 1 Juli 2023.
"Program JKN bisa dikatakan salah satu perwujudan gotong royong besar yang amat terasa karena sistem pembiayaan kesehatan dilakukan melalui satu skema yang terintegrasi," ujar Ghufron.
Ia menjelaskan BPJS Kesehatan juga tengah melakukan transformasi mutu layanan karena sebagai badan layanan publik untuk mencapai UHC yang berkualitas. Mereka dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas layanan. Hal ini dimulai dengan melakukan transformasi struktural dan kultural.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga akan mendorong adanya penyesuaian kebijakan Program JKN atau revisi Peraturan Presiden terkait Jaminan Kesehatan Nasional dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan bagi peserta JKN, misalnya peningkatan pembiayaan kesehatan di perdesaan.
Menurut dia, salah satu tantangan dalam mencapai UHC adalah merekrut sektor pekerja informal yang relatif sehat, berpenghasilan tidak pasti, tetapi memiliki hambatan akses ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pihaknya saat ini telah menyiapkan berbagai strategi dan program yang secara khusus didedikasikan untuk membantu perekrutan segmen kepesertaan ini.
"Mulai dari melakukan advokasi kepada pemerintah daerah kapasitas fiskal yang tinggi untuk menjamin warga yang belum terdaftar dan melaksanakan program memetakan, menyisir, mengadvokasi hingga mendaftarkan/registrasi (PESIAR) peserta bekerja sama dengan perangkat desa," katanya.