Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki, mengatakan target penyaluran kredit oleh perbankan setidaknya 30% ke UMKM pada 2024 tidak akan tercapai. Menurut dia, hal tersebut disebabkan oleh mekanisme penyaluran kredit oleh bank.
Teten mengatakan, perbankan masih mewajibkan agunan berupa aset kepada debitur sebagai syarat penyaluran kredit. Syarat itu sulit dipenuhi UMKM baru yang biasanya tidak memiliki aset.
"Kalau masih tetap memaksa UMKM punya aset untuk mendapatkan kredit, sampai kuda bisa menari pun enggak mungkin bisa dilakukan," kata Teten pada agenda AFPI UMKM Digital Summit 2023 di Jakarta, Kamis (21/9).
Oleh karena itu, Teten pesimistis target penyaluran kredit yang ditetapkan Presiden Joko Widodo tersebut bisa tercapai. Teten mencatat penyaluran kredit oleh perbankan ke UMKM baru mencapai 22% dari total kredit hingga saat ini.
Otoritas Jasa Keuangan mendata komposisi kredit yang diberikan bank umum kepada UMKM hanya 20,7% hingga Juni 2023 atau senilai Rp 1.392 triliun. Angka tersebut naik 7,32% secara tahunan dari capaian Juni 2022 senilai Rp 1.297 triliun.
Butuh Pendanaan Rp 4.300 Triliun
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI menyatakan UMKM membutuhkan pendanaan hingga Rp 4.300 triliun pada 2026. Pada saat yang sama, pasokan dana yang ada di dalam negeri hanya Rp 1.900 triliun.
Artinya, ada gap pembiayaan untuk UMKM sekitar Rp 2.400 triliun pada 2026. Teten mendorong perusahaan teknologi finansial atau fintech pembiayaan untuk mengisi kekosongan tersebut.
Menurut Teten, fintech menggunakan metode penyaluran kredit yang berbeda dengan perbankan, yakni dengan penilaian kredit atau credit scoring. Secara sederhana, credit scoring adalah penilaian perusahaan jasa keuangan terkait arus kas debitur berdasarkan pencatatan keuangan.
Teten mencatat metode credit scoring kini telah diterapkan di 145 negara. Maka dari itu, Teten mendorong agar UMKM mengadopsi penjualan secara digital untuk memudahkan pencatatan keuangan.
Di samping itu, Teten berpendapat pendekatan kolateral dalam penyaluran kredit sudah tidak relevan. Alhasil, Teten mendorong perbankan milik negara untuk segera mengubah metode penyaluran kredit kepada UMKM
"Presiden sudah minta kami dan pihak perbankan, terutama Himbara, untuk mengupayakan bagaimana penguatan metode penyaluran menggunakan credit scoring agar UMKM kita tidak lagi kesulitan mendapatkan pembiayaan," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku sedang mendorong kredit usaha rakyat atau KUR tanpa agunan kepada sektor finansial. Menurutnya, pemberian KUR saat ini bisa menggunakan penilaian kredit atau credit scoring alih-alih agunan.
Jokowi mencatat sebanyak 145 negara telah menggunakan credit scoring untuk memberikan pembiayaan pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menilai hal tersebut penting lantaran pengusaha muda umumnya belum memiliki aset untuk dijadikan agunan.
"Kalau peluang diberikan dengan sistem credit scoring, itu akan lebih memudahkan pengusaha muda. Ini akan terus saya dorong," kata Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) seperti disiarkan dalam Sekretariat Presiden, Kamis (31/8).
Jokowi menjelaskan credit scoring membuat pinjaman yang diberikan perbankan berdasarkan karakter usahanya. Jenis pembiayaan yang diberikan pada perbankan adalah KUR atau maksimal senilai Rp 500 juta.