OJK: Sektor Jasa Keuangan Terjaga di Tengah Tensi Geopolitik

Dok. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam acara launching Journalist Class. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Forum Pemimpin Redaksi Indonesia (Forum Pemred) menyelenggarakan Journalist Class guna meningkatkan kapasitas dan kompetensi wartawan media massa khususnya mengenai sektor jasa keuangan (30/08/2022).
Penulis: Uji Sukma Medianti - Tim Publikasi Katadata
3/11/2023, 11.52 WIB

Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko meningkatnya ketidakpastian global baik dari higher for longer suku bunga global maupun peningkatan tensi geopolitik.

Namun begitu, risiko geopolitik global semakin meningkat seiring dengan konflik Israel dan Hamas juga perlu diwaspadai sebab berpotensi mengganggu perekonomian dunia secara signifikan apabila terjadi eskalasi di Timur Tengah.

Adapun, ekonomi AS masih tumbuh 4,9 persen pada kuartal III-2023. Lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2023 yang hanya tumbuh 2,1 persen.

Sementara itu, kenaikan yield surat utang di AS meningkatkan tekanan outflow dari pasar emerging markets termasuk Indonesia. Hal ini, kata Mahendra, mendorong pelemahan terutama di pasar nilai tukar dan pasar obligasi secara cukup signifikan.

”Volatilitas di pasar keuangan, baik di pasar saham, obligasi, dan nilai tukar juga dalam tren meningkat,” terang Mahendra,

Di samping itu, The Fed juga mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,25-5,50 persen pada Rabu (1/11).

Langkah ini diambil di tengah kebimbangan apakah kondisi keuangan sudah cukup ketat untuk mengendalikan inflasi atau perekonomian yang terus melampaui ekspektasi masih membutuhkan pembatasan lebih jauh.

Adapun, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, konflik Israel-Hamas masih akan membayang-bayangi gejolak keuangan global karena investor melarikan aset dari negara berkembang kembali ke aset aman berdenominasi dollar AS.

Imbasnya, akan membuat capital outflow di pasar surat utang sehingga terjadi pelemahan nilai tukar rupiah.

"Sejauh ini dana asing yang melakukan jual bersih atau nett sells di pasar saham menembus Rp14,4 triliun year to date," kata Bhima, kepada Katadata.co.id, Kamis (2/11).

Akibatnya, investor mendesak agar bank sentral AS segera menaikkan suku bunga. Hal ini tentu sangat merugikan pasar keuangan di negara berkembang. Sebab, tekanan moneter bisa berpengaruh ke performa emiten di bursa saham.

Di tengah tingkat suku bunga AS yang tinggi, industri perbankan Indonesia tetap solid dan resilien dengan ditopang tingkat permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang tinggi sebesar 27,41 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata CAR negara lain yang berada di bawah 20 persen.

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan prudential kita yang konservatif sangat membantu didalam menangani situasi global yang masih ditandai dengan gejolak, ketidak pastian, kompleks, dan ambigu," sebut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan secara virtual, Senin (30/10).

Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2023 tercatat 6,54 persen yoy, menjadi Rp 8.147,17 triliun. Giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 9,84 persen.

Pertumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat. Serta meningkatnya kebutuhan investasi korporasi paska pencabutan status pandemi Covid-19.

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen dan NPL gross sebesar 2,43 persen.

Seiring pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi Rp 316,98 triliun atau turun Rp 9,17 triliun.

Jumlah nasabah tercatat sebanyak 1,32 juta nasabah atau berkurang 140 ribu nasabah. Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi berdampak positif bagi penurunan rasio Loan at Risk menjadi 12,07 persen.

Adapun, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 adalah 43,32 persen dari total porsi kredit restrukturisasi Covid-19 atau sebesar Rp 145,3 triliun.

Meskipun tingkat imbal hasil surat utang AS masih di level yang tinggi dan berdampak pada kenaikan yield SBN, namun risiko pasar yang terkait portfolio SBN relatif telah termitigasi.

Hal ini terjadi karena perbankan telah menyesuaikan durasi SBN serta melakukan rebalancing jenis portfolio, baik yang bersifat held to maturity maupun available for sale sehingga potensi kerugian dari perubahan nilai wajar surat berharga tidak mengganggu permodalan bank.

Selanjutnya, terkait pelemahan nilai tukar Rupiah, portfolio perbankan secara umum relatif tidak terpengaruh karena Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan tercatat stabil di level 1,76 persen (Agustus 2023: 1,72 persen), jauh di bawah threshold 20 persen.

Kinerja Pasar Saham

Pasar saham Indonesia sampai dengan 27 Oktober 2023 melemah sebesar 2,61 persen mtd ke level 6.758,79 (September 2023: 6.939,89), dengan non-resident mencatatkan outflow sebesar Rp6,37 triliun mtd (Agustus 2023: outflow Rp4,06 triliun mtd).

Beberapa sektor di IHSG pada Oktober 2023 masih menguat di antaranya sektor infrastruktur dan sektor healthcare.

Secara ytd, IHSG tercatat melemah tipis sebesar 1,34 persen dengan non-resident membukukan net sell sebesar Rp11,61 triliun (September 2023: net sell sebesar 5,24 triliun ytd).

Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham di Oktober 2023 turun menjadi Rp10,32 triliun mtd dan secara ytd sebesar Rp10,47 triliun (September 2023: Rp11,36 triliun mtd dan Rp10,49 triliun ytd).

Sejalan dengan pergerakan global, pasar SBN per 26 Oktober 2023 membukukan outflow investor asing sebesar Rp13,63 triliun mtd (September 2023: outflow Rp23,30 triliun mtd), sehingga mendorong kenaikan yield SBN rata-rata sebesar 40,86 bps mtd di seluruh tenor.

Secara ytd, yield SBN naik rata-rata sebesar 25,48 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp47,19 triliun ytd.