PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI optimistis mengarungi iklim bisnis tahun depan. Hal ini tersebab fundamental yang kuat, yang tercermin dari kondisi likuiditas yang memadai. Likuiditas perekonomian saat ini mengetat, namun industri perbankan masih bisa mendorong pertumbuhan.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, per September 2023 BRI memiliki rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) 87,76 persen. Menurutnya, perseroan harus mengelola LDR antara 90─92 persen.
“Kalau di atas 92 persen, sudah ketinggian. Kalau di bawah 90 persen, menurut saya mesti mendorong kredit dahulu. Supaya, likuiditas yang ada di tangan bank itu tersalurkan secara efektif dan produktif kepada masyarakat dalam bentuk kredit,” ujar Sunarso dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (29/12).
Rasio kecukupan modal (CAR) BRI berada pada level 27,48 persen. Persentase itu lebih dari cukup, karena ketentuan Basel II hanya mensyaratkan CAR 17,5 persen. Sunarso menyimpulkan, jika setiap tahun BRI membutuhkan tambahan “konsumsi” CAR 2 persen, maka hingga lima tahun ke depan perseroan tidak perlu modal tambahan dan tetap bisa tumbuh secara agresif.
“Kita masih bisa dorong kredit. Kemudian, untuk dorong kredit modalnya juga sangat tinggi,” tegasnya.
Menurut Sunarso, persaingan antarbank dalam penghimpunan dana pasti terjadi. “Tapi, yang harus dijaga adalah jangan sampai likuiditas ini juga terkonsentrasi di beberapa bank tertentu saja,” lanjutnya.
Optimisme Sektor Perbankan
Optimisme BRI dirasakan pula oleh industri perbankan, khususnya bank badan usaha milik negara. Sunarso yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Bank Negara (Himbara) mengatakan, LDR bank pelat merah sebesar 89,31 persen pada September 2023. Cukup aman karena belum melampaui 92 persen.
Pada saat yang sama, pertumbuhan kredit industri perbankan nasional sekitar 8 persen, Himbara 10,94 persen, sementara BRI 12,5 persen. Sunarso menyebutkan, likuiditas sempat meningkat tajam ketika pandemi COVID-19, terutama periode 2021─2022.
Rata-rata likuiditas pasar perbankan di atas Rp700 triliun pada waktu itu. Namun, Januari─Oktober 2023 rata-ratanya tinggal Rp564 triliun.