Kementerian Agama merestui rencana penggabungan usaha atau merger PT Bank BTN Syariah dan PT Bank Muamalat.
Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan merger kedua bank syariah tersebut merupakan bagian dari penguatan. Menurutnya rencana merger kedua bank syariah ini diharapkan mengembangkan sistem keuangan syariah di Indonesia.
"Tentunya, merger ini kan bagian dari yang diperhitungkan di situ dan kalau rencana merger memiliki kebaikan manfaat banyak ya kami dukung. Ini bagian dari penyehatan perbankan kita," kata Saiful saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/1).
Selain itu, Saiful menjelaskan secara teknis pelepasan sebagian saham dari dimiliki oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ke BTN Syariah pastinya sudah diperhitungkan. Saat ini, dirinya akan menunggu hasil akhir keputusan merger dan prosesnya ke depan.
Adapun komposisi pemegang saham Bank Muamalat dimiliki oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebesar 41,34 miliar saham atau 82,65% dari total jumlah saham. Beberapa nama juga mengantongi saham Bank Muamalat seperti Andre Mirza Hartawan yang memiliki 2,59 miliar saham perusahaan atau 5,19%.
Persetujuan Wamenag berseberangan dengan Wakil Ketua Umum (Ketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang menolak rencana penggabungan usaha BTN Syariah dan Bank Muamalat. “Dengan beberapa pertimbangan, ide untuk menggabungkan Bank Muamalat dan BTN Syariah sebaiknya tidak dilanjutkan,” ucap Anwar, dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (22/1).
Terkait dengan pemberitaan mengenai rencana merger tersebut, Sekretaris Bank Muamalat Indonesia, Hayunaji menegaskan hal itu sepenuhnya merupakan ranah atau kewenangan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai pemegang saham pengendali.
Selain MUI, Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas juga menolak rencana merger kedua bank syariah tersebut. Alasannya, dia ingin Bank Muamalat tetap dengan paradigmanya dari umat, milik umat, bersama umat, dan untuk umat.