Harga Emas Terus Cetak Rekor, Terkerek Prospek Penurunan Suku Bunga AS

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi emas batangab PT Aneka Tambang di butik Gedung Ravindo, Jakarta (14/10/2019).
Penulis: Happy Fajrian
26/3/2024, 12.15 WIB

Harga emas mencetak rekor tertinggi baru pada Kamis (21/3) pekan lalu, menembus level US$ 2.222 per ons, didorong pengumuman bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed, yang akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini.

Lonjakan harga pada pekan lalu juga didorong oleh tingginya pembelian oleh bank sentral, terutama oleh bank sentral Cina beberapa waktu terakhir ini. Meski begitu pada Selasa (26/3) harga bergerak turun ke level US$ 2.170,59 per ons.

Analis pasar keuangan dari Capital.com, Kyle Rodda mengatakan bahwa turunnya harga emas lantaran pasar kekurangan katalis baru. “Saat ini pasar nampaknya terkonsolidasi, mengambil nafas setelah pergerakan yang cukup agresif,” ujarnya seperti dikutip Reuters.

Investor pun mengalihkan perhatiannya kepada rilis data inflasi AS pada Jumat (29/3) mendatang yang akan menjadi sinyal bagi The Fed untuk mulai melakukan pemangkasan suku bunga.

“Pergerakan berikutnya kemungkinan bergantung pada rilis personal consumption expenditures (PCE) index. Bukti disinflasi lebih lanjut di AS yang akan mengurangi kekhawatiran akan kenaikan harga akan sangat bullish untuk emas,” ujar Rodda.

PCE index yang menjadi salah satu indikator inflasi konsumsi AS naik 0,3% pada Februari atau 2,8% secara tahunan. Para pedagang memprediksi ada probabilitas sekitar 70% bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada Juni.

Suku bunga yang lebih rendah secara tradisional menjadi berkah untuk emas. Faktor lainnya yang mempengaruhi harga logam mulia ini termasuk tensi geopolitik, nilai tukar dolar AS terhadap mata uang dunia, dan permintaan dari bank sentral.

“Permintaan yang kuat akan terus mendukung emas dalam jangka panjang. Bank sentral terus melakukan pembelian emas dalam jumlah besar, dengan 2022 dan 2023 menjadi tahun dengan pembelian emas tertinggi oleh bank sentral,” kata Kepala Bank Sentral Asia-Pasifik (kecuali Cina) dan Global, World Gold Council Fan Shaokai.

“Harga emas mungkin akan naik lebih tinggi seiring suku bunga yang lebih rendah dan ketidakpastian mendorong pasar beralih ke emas,” ujarnya menambahkan.

Harga emas telah naik secara stabil sepanjang tahun ini, naik sekitar 6,6% secara year to date. Sejak November 2023, harga bertahan di atas level US$ 2.000 per ons, kemudian mulai melonjak pada Februari dan membuar rekor tertinggi baru bulan ini.

Goldman Sachs Prediksi Harga Emas Naik hingga 15%

Goldman Sachs memprediksi harga-harga komoditas energi dan tambang akan meningkat tahun ini didorong oleh penurunan suku bunga oleh bank sentral. Bank investasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), ini melihat potensi kenaikan harga komoditas hingga 15%.

“Suku bunga yang lebih rendah akan membantu pemulihan industri manufaktur dan merangsang permintaan konsumen meski risiko geopolitik terus berlanjut,” tulis analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan seperti dikutip Bloomberg, Senin (25/3).

Para analis bank tersebut menyebut bahwa minyak mentah, aluminium, tembaga, dan emas, sebagai beberapa komoditas yang harganya dapat meningkat signifikan tahun ini berkat perubahan prospek ekonomi.

“Kami menemukan bahwa penurunan suku bunga AS di lingkungan non-resesi menyebabkan harga komoditas lebih tinggi, dengan dorongan terbesar pada logam, khususnya tembaga dan emas, diikuti oleh minyak mentah,” tulis mereka.

“Dampak positif terhadap harga cenderung meningkat sejalan dengan waktu, seiring dengan masuknya dorongan pertumbuhan dari kondisi keuangan yang lebih longgar,” kata analis Goldman.