Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimis potensi kenaikan resiko kredit macet atau non-performing loan (NPL) dan ketahanan perbankan domestik masih terjaga usai berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit akibat dampak pandemi Covid-19.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menilai kondisi perbankan di Indonesia memiliki daya tahan yang kuat di dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai.
"Tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun dari jumlah debitur yang diiringi oleh peningkatan pencadangan bahkan melebihi periode sebelum pandemi," kata Dian dalam konferensi pers virtual hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, Selasa (2/4).
Dian mencatat per Februari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi Rp 242,80 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur. Sebelumnya jumlah restrukturisasi kredit saat puncak Covid-19 mencapai Rp 900 triliun.
"Jumlah debitur juga cukup menurun tinggal 977 ribu padahal saat puncak Covid-19 ada sekitar 8 juta yang terdampak covid," sebutnya.
Sementara untuk NPL dan tingkat kredit berisiko atau (Loan at Risk/LAR), dirinya mengatakan kondisinya masih sangat terjaga. OJK mencatat per Februari 2024, NPL sebesar 2,35%, serta LAR sebesar 11,56%. Dian optimis kondsi NPL dan LAR usai berakhirnya restrukturisasi Covid-19 akan tetap normal dengan penerapan prinsip kehati-hatian.
Adapun Rasio-rasio penting industri perbankan berada di atas ambang batas aman. Rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54%, jauh di atas ambang batas aman 8%. Kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 231,14%, dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42%.
Namun demikian, Dian menjelaskan jika bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi Covid-19 yang sudah berjalan sesuai dengan kebijakannya masing-masing.