Jokowi Waspadai Pencucian Uang di Aset Kripto dan NFT

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) dan Mensesneg Pratikno (kiri) memberikan keterangan pers sebelum berangkat ke Australia dalam rangka menghadiri KTT ASEAN-Australia di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (4/3/2024).
17/4/2024, 16.24 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk meningkatkan  penegakan hukum dalam upaya memperkuat transparansi keuangan. Jokowi menaruh perhatian terhadap perlunya penguatan regulasi terhadap aset digital.

Jokowi menyampaikan pengarahan tersebut saat agenda Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (17/4).

Dia memerintahkan Satgas TPPU untuk menjalin kerja sama internasional dan menguatkan penetrasi teknologi. Ini untuk mengantisipasi praktik pemutihan uang di aset digital dengan teknologi blockchain sepeti mata uang kripto (cryptocurrency) dan token kriptografi atau non-fungible token (NFT).

"Aktivitas lokapasar elektronik money AI yang digunakan untuk transaksi karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah," kata Jokowi.

Kewaspadaan tersebut mengacu pada temuan Crypto Crime Report yang melaporkan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar US$ 8,6 miliar pada tahun 2022 secara global.

"Ini setara dengan Rp 139 triliiun. Sangat besar sekali," ujar Jokowi.

Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengatakan bahwa pengelolaan aset digital domestik saat ini masih terkonsentrasi di Kementerian Perdagangan.

Dia pun berharap OJK regulasi terbaru nantinya akan memberikan kewenangan bagi OJK untuk mengawasi manajemen aset digital, khususnya yang beririsan dengan penggunakan rekening ataupun jasa dari lembaga keuangan tertentu.

"Terkait dengan digital aset dan kripto sebagai produk baru, kami perlu memahami lebih baik mengenai faktor risiko yang muncul," kata Mahendra.

Satgas TPPU merupakan tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), OJK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hingga Direktorat Jenderal Pajak, Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Tim tersebut juga diperkuat oleh peran Badan Reserse Kriminal Polri, Pidsus Kejaksaan Agung dan Badan Intelijen Negara.

Mahendra mengatakan OJK sebagai anggota Satgas TPPU punya kewenangan untuk menjalankan praktik pengawasan dan pencegahan tindak pencucian uang. Kendati demikian, otoritas tersebut dianggap belum optimal.

"Kami di TPPU-nya sebagai regulator di sektor jasa keuangan sudah melekat, tapi kewenangan terhadap mengatur dan mengawasi aset digitalnya yang belum," ujar Mahendra.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu