Riset terbaru JPMorgan menyebut harga Bitcoin (BTC) kemungkinan akan melemah setelah reward halving. Bank ini melihat sisi negatif dari mata uang kripto terbesar di dunia ini pasca-halving karena pasar masih dalam kondisi overbought (jenuh beli).
Selain itu, harga Bitcoin saat ini di kisaran US$61.200 (Rp 979,2 juta) masih di atas perbandingan yang disesuaikan dengan volatilitas aset kripto ini terhadap emas, yang ditetapkan di level US$45.000 (Rp 720 juta). JPMorgan memproyeksikan biaya produksi Bitcoin pasca-halving mencapai US$42.000 (Rp 672 juta). Biaya produksi Bitcoin secara historis bertindak sebagai batas bawah untuk harga BTC.
Menurut data Coindesk, harga Bitcoin pada Kamis (18/4) naik 3,67% ke level US$63.563 atau Rp 1,02 miliar.
Halving merupakan sebuah peristiwa yang terjadi empat tahun sekali di mana imbalan untuk para penambang dipangkas menjadi setengahnya untuk memperlambat laju pertumbuhan suplai Bitcoin. Para pelaku pasar memprediksi halving akan terjadi sekitar tanggal 19-20 April.
Menurut laporan Coindesk, JPMorgan juga mencatat bahwa pendanaan modal ventura tetap lemah meskipun pasar kripto baru-baru ini mengalami kebangkitan.
Dampak terbesar dari penurunan ini akan dirasakan oleh perusahaan-perusahaan penambang Bitcoin. "Ketika penambang bitcoin yang tidak menguntungkan keluar dari jaringan Bitcoin, kami mengantisipasi penurunan yang signifikan dalam hashrate dan konsolidasi di antara para penambang Bitcoin dengan pangsa tertinggi untuk penambang Bitcoin yang terdaftar di bursa saham," tulis tim analis yang dipimpin oleh Nikolaos Panigirtzoglou, seperti dikutip Coindesk, Jumat (19/4).
Tim analis JPMorgan memprediksi beberapa perusahaan penambang Bitcoin ingin melakukan diversifikasi ke wilayah dengan biaya energi lebih rendah, seperti Amerika Latin atau Afrika pasca-halving. Hal ini dilakukan agar mereka bisa menggunakan mesin penambang Bitcoin mereka dengan efisien.