Reku: Inflasi Rendah Jadi Katalis bagi Pergerakan Bitcoin

Flickr.com
Bitcoin kembali menembus level US$66.000 atau Rp 1,05 miliar (dengan kurs Rp 15.900 per US$) untuk pertama kali sejak 24 April 2024, pada Kamis (16/5).
Penulis: Hari Widowati
17/5/2024, 06.36 WIB

Bitcoin kembali menembus level US$66.000 atau Rp 1,05 miliar (dengan kurs Rp 15.900 per US$) untuk pertama kali sejak 24 April 2024, pada Kamis (16/5). Rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah menjadi katalis yang bakal mendukung pasar kripto dalam satu bulan ke depan.

Berdasarkan data CoinMarketCap, harga Bitcoin (BTC) mencapai US$66.000 (Rp 1,05 miliar) pada Kamis (16/5) pagi. Aset kripto lainnya, seperti Ethereum (ETH) juga naik 4,62% ke level US$3.017 (Rp 47,97 juta). Solana (SOL) juga melonjak 12,22% ke US$160 (Rp 2,54 juta). Sementara itu, NEAR Protocol melejit 18,39% ke US$7,24 (Rp 115.116).

Fahmi Almuttaqin, Crypto Analyst Reku, mengatakan kenaikan tersebut terjadi imbas rilis data inflasi AS yang mereda. Indeks Harga Konsumen (CPI) pada bulan April berada di angka 3,4% secara tahunan (YoY), turun dibandingkan Maret yang berada di 3,5%.

"Perkembangan inflasi bulan April yang lebih baik dari ekspektasi tersebut telah berhasil mendorong harga Bitcoin naik ke level di atas US$66.000 atau sekitar 7,3% dari harga terendah 24 jam terakhir di sekitar US$61.600 (Rp 979,44 juta). Kenaikan Bitcoin juga sejalan dengan penguatan pasar saham AS di mana indeks S&P 500, Nasdaq, dan DJIA menghijau setelah rilis data inflasi.

Inflasi yang bergerak ke arah yang positif setelah data bulan Maret yang di atas perkiraan, berpotensi menjadi katalis pendukung yang cukup baik bagi pasar kripto dalam satu bulan ke depan. Apalagi, ini merupakan pertama kalinya inflasi mereda sepanjang tahun ini.

"Berkembangnya situasi yang ada dengan meningkatnya adopsi kripto, seperti oleh investor institusi di AS, dapat berpotensi memicu pembalikan arah pasar yang signifikan," ujar Fahmi.

Dalam situasi seperti ini, data CPI memang memegang peranan yang lebih dominan dalam dinamika pasar kripto, seperti bagaimana data CPI Maret telah memberikan tekanan yang signifikan terhadap pasar dalam satu bulan ke belakang.

Optimisme Investor Mulai Pulih 

Fahmi menyebut kenaikan pasar kripto saat ini menyoroti optimisme investor terhadap kemungkinan penurunan suku bunga pada akhir kuartal III atau kuartal IV tahun ini. Namun, dinamika data ekonomi ke depan masih menjadi variabel penentu yang perlu diantisipasi oleh investor.

Dalam kondisi saat ini, Fahmi mengatakan investor kripto bisa memanfaatkannya dengan sejumlah strategi. "Bagi investor pemula, kondisi ini dapat menggambarkan prospek positif di aset kripto dan menjadi momentum yang cukup baik untuk mulai berinvestasi," ujarnya.

Investor dapat mempertimbangkan strategi narrative hopping di mana investor mencari narasi tertentu yang sedang banyak diminati pasar untuk melakukan aksi ambil untung (profit taking) dan berpindah ke narasi lainnya yang berpotensi akan banyak diminati.

Selain itu, investor bisa melakukan strategi dollar cost averaging (DCA). Strategi ini bisa dilakukan oleh investor yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengikuti perkembangan pasar dan memetakan narasi-narasi yang ada.

"Strategi DCA di mana investor melakukan pembelian rutin setiap periode tertentu dengan nominal tertentu dapat memberikan investor harga rata-rata yang menarik sambil menunggu tren penurunan suku bunga," kata Fahmi.

Harga rata-rata pembelian itu tidak perlu dihitung secara manual. Reku menyediakan fitur Investment Insight untuk memantau hal tersebut. Investor juga bisa memantau holding period, kalender laba/rugi, hingga akumulasi keuntungan dari seluruh portofolio. Alhasil, investor lebih terinformasi mengenai performa portofolio investasinya dan lebih percaya diri dalam mengambil keputusan.