Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut penarikan dana organisasi yang dilakukan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) merupakan masalah komunikasi antara nasabah dan banknya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan jika dilihat secara normatif menyimpan dan menarik dana adalah fenomena yang biasa terjadi. "Kalau ada orang menyimpan Rp 1 triliun, bank tentu harus siap-siap jika ada penarikan," kata Dian, dalam konferensi pers virtual RDKB OJK, Senin (10/6).
Menurutnya, sejauh ini BSI ini masih sangat likuid dan tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan terkait penarikan dana tersebut. Dian menyebut jika terkait isu yang berkembang soal masalah hubungan BSI dan Muhammadiyah di luar konteks OJK.
"Alasan khusus mungkin hanya para pihak yang tahu kenapa, saya melihat masalah komunikasi yang perlu ditingkatkan secara lebih baik antara nasabah dan banknya," tuturnya.
Mengenai dampaknya, Dian menjelaskan menurut ketentuan POJK dan UU P2SK yaitu ingin melihat perkembangan perbankan syariah ke depan bisa lebih dipercepat. Sehingga, OJK justru ingin adanya bank syariah terbesar seperti BSI dan bisa bersaing bersama secara sehat.
Pengurus Pusat Muhammadiyah membenarkan adanya dana yang ditarik dari bank syariah pelat merah itu yang nilainya ditaksir mencapai Rp 13 triliun.
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menjelaskan alasan menarik simpanan karena penempatan dana organisasi tersebut terlalu besar di BRIS, sehingga perlu disebar ke bank syariah lainnya. "Secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi," kata Anwar dalam keterangan tertulis, Rabu (5/6).
Anwar mengatakan dengan penumpukan dana yang terlalu besar, dikhawatirkan bank syariah lain tak bisa berkompetisi dengan BRIS. "Bila hal ini terus berlangsung, maka persaingan di antara perbankan syariah tak akan sehat," katanya.