Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan keputusan pencabutan izin usaha (CIU) terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life sudah berdasarkan pada peraturan pengawasan yang tepat. OJK juga akan menempuh upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta yang membatalkan pencabutan izin usaha Kresna Life.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan pencabutan izin usaha Kresna Life telah didahului oleh proses pengawasan OJK dalam waktu yang cukup panjang, dengan pemeriksaan langsung maupun tidak langsung.
Aman Santosa mengatakan dalam pemeriksaan itu ditemukan adanya konsentrasi investasi dana asuransi Kresna Life pada saham-saham yang dinilai terafiliasi Grup Kresna.
“Terdapat juga pencatatan kewajiban yang lebih kecil dari seharusnya yang menyebabkan rasio solvabilitas atau risk based capital perusahaan lebih rendah dari ketentuan,” kata Aman dalam keterangan resmi OJK, Jumat (5/7).
Sebelum mencabut izin usaha Kresna Life, OJK telah memberikan kesempatan perbaikan cukup panjang untuk mendorong Kresna Life memperbaiki kondisi keuangannya. OJK juga secara konsisten menerbitkan sanksi-sanksi untuk setiap jenis pelanggaran ketentuan yang terjadi secara bertahap.
Pemegang Saham Pengendali Kresna Life Tak Kunjung Suntik Modal
Menurut Aman Santosa, OJK telah memberikan waktu yang cukup kepada direksi maupun pemegang saham untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan. “Namun, Kresna Life tidak mampu memenuhi rasio solvabilitas sesuai ketentuan dan tidak dapat menutup defisit keuangan melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali (PSP) atau mengundang calon investor,” ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, PSP Kresna Life yakni Michael Steven tidak mengeluarkan dana segar untuk menyehatkan perusahaan. Pembayaran kepada pemegang polis, yang diklaim sebagai bukti tanggung jawab pemegang saham, berasal dari aset Kresna Life yang telah ada.
Upaya penyehatan dengan menawarkan konversi kewajiban pemegang polis menjadi pinjaman subordinasi (Subordinated Loan/SOL) yang disampaikan dalam Rencana Penyehatan Keuangan atau RPK tidak dapat dilaksanakan. Pasalnya, terdapat sebagian besar pemegang polis yang menolak dan tidak ada perjanjian konversi SOL yang sudah diaktanotariilkan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, hasil analisis atas program konversi SOL yang disampaikan Kresna Life ke OJK menunjukkan masih adanya defisit yang harus ditutup dengan tambahan modal dari PSP. Namun, permintaan OJK kepada PSP untuk menutup perkiraan sisa defisit setelah program konversi SOL dijalankan, tidak pernah dipenuhi.
Pada faktanya, program SOL yang ditawarkan oleh direksi bukan subordinate loan yang pada umumnya merupakan pinjaman dari pemegang saham untuk memperbaiki kesehatan keuangan perusahaan bermasalah.
Apabila program konversi SOL yang ditawarkan Kresna Life terlaksana, kedudukan hukum pemegang polis jatuh tempo yang berhak atas pembayaran manfaat (klaim) asuransi akan menjadi pemberi pinjaman. Dengan demikian, ekuitas perusahaan akan meningkat tanpa adanya aliran dana segar yang masuk yang seharusnya menjadi tanggung jawab PSP untuk menyehatkan perusahaan.
Mengenai putusan PTTUN Jakarta atas hasil banding OJK terhadap gugatan PT Duta Makmur Sejahtera dan Michael Steven, OJK menyatakan menghormati keputusan tersebut dan akan menempuh upaya hukum selanjutnya dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau MA.