Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai masih banyak kelompok penyandang disabilitas yang hingga kini belum bisa mengakses layanan di sektor keuangan, termasuk di di Kabupaten Toba, Sumatra Utara.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menyebut penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 10% dari total keseluruhan penduduk atau berjumlah 28 juta orang. Dari 28 juta penyandang disabilitas itu, baru 22% yang tersentuh akses perbankan.
OJK berkomitmen untuk terus berupaya memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dan berpihak pada pemberdayaan penyandang disabilitas. Komitmen ini ditunjukkan berdasarkan POJK 22/2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan Pasal 8 ayat 3 dan Pasal 54 ayat 3.
Langkah tersebut menjadi salah satu sasaran prioritas penerima program edukasi keuangan yang tercantum dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021-2025. Friderica juga menyebut bahwa masyarakat penyandang disabilitas perlu dibekali dengan keterampilan literasi keuangan agar lebih mandiri secara finansial dan hidup sejahtera.
“Kami mendorong Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk menyediakan ekosistem yang lebih inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas,” kata Friderica dalam agenda edukasi keuangan di Pendopo Kantor Bupati Toba, Balige, Sumatra Utara, Jumat (9/8).
OJK menyatakan PUJK berkewajiban dan tanggung jawab untuk menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis perlindungan konsumen yang ramah disabilitas. OJK juga mendukung penyediaan layanan khusus kepada konsumen penyandang disabilitas.
Tidak hanya dari peningkatan literasi keuangan, Friderica mengatakan OJK juga mendorong keuangan yang inklusif bagi kelompok segmen disabilitas dengan meluncurkan Program Satu Disabilitas Satu Rekening (TUNTAS).
Edukasi Keuangan bagi Penyandang Disabilitas
Sejalan dengan hal itu, Bupati Toba Poltak Sitorus menyebut bahwa edukasi keuangan sangat bermanfaat bagi para penyandang disabilitas agar lebih cakap dalam mengelola keuangan pribadi. Poltak juga menyebut edukasi tersebut juga perlu agar kelompok penyandang disabilitas terampil dalam memilih produk dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan, serta memiliki kewaspadaan terhadap penawaran investasi dan pinjaman online ilegal.
“Kami juga berharap melalui momentum edukasi ini dapat memberikan tambahan literasi tentang mekanisme keuangan yang ada,” ujar Poltak.
Sebagai bentuk dukungan terhadap peningkatan akses keuangan masyarakat pada lembaga jasa keuangan yang inklusif, terdapat seremonial penyerahan produk keuangan secara simbolis dari beberapa PUJK yaitu BPD Sumut, PT Pegadaian, dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPD Sumut menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada Pemerintah Kabupaten Toba senilai Rp 317. juta, Tabungan SimPel kepada sepuluh pelajar Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kabupaten Toba dan penyaluran KUR Mikro kepada tiga penerima manfaat dengan total nilai Rp 200 juta.
Penyaluran produk juga dilakukan oleh PT Pegadaian dan BPJS Kesehatan. PT Pegadaian menyerahkan CSR kepada Panti Evata berupa sembako senilai Rp 20 juta dan tabungan emas kepada tiga orang dengan nilai Rp 500 ribu. BPJS Ketenagakerjaan menyerahkan CSR kepada tiga orang penerima Jaminan Kematian senilai Rp 42 juta.
Sinergi yang dibangun antara OJK bersama Pemerintah Kabupaten Toba merupakan bagian dari implementasi program prioritas Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Sumatera Utara tahun 2024 melalui Program Kerja Peduli Disabilitas.