Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (RI) mengungkapkan terdapat unsur kelicikan dalam kasus PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life. Kesimpulan tersebut muncul setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan untuk memenangkan gugatan Pemilik Group Kresna, Michael Steven, melawan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait sanksi cabut izin usaha Kresna Life.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Pujiyono Suwandi mengatakan bahwa kasus-kasus fraud (penipuan) di Indonesia adalah banyak pelaku usaha yang lebih memilih memanfaatkan celah hukum dengan cara licik, daripada benar-benar berkontribusi untuk kepentingan negara.
“Dalam hal ini, sebagai contohnya adalah kasus Kresna Life,” kata Pujiono dalam webinar Infobank bertajuk "Hati-Hati Modus Financial Crime di Sektor Keuangan” yang berlangsung secara virtual, Selasa (13/8).
Pujiyono mengungkapkan tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga asuransi di Indonesia semakin tinggi. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh kasus Kresna Life, tetapi juga oleh serangkaian masalah sebelumnya, seperti kasus Asabri dan Jiwasraya, yang telah menurunkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Lebih jauh, Pujiyono menyoroti bahwa hukum seharusnya mendukung perkembangan ekonomi secara selaras. Namun, ia mengkritik bahwa dalam beberapa kasus, keputusan hukum justru tidak sejalan dengan kebutuhan keadilan dalam masyarakat.
Menurutnya, pembuat keputusan hukum terkadang gagal memahami nilai-nilai keadilan yang berkembang di masyarakat. Pujiyono juga menyebutkan bahwa dalam kasus seperti di PTUN, yang diperlakukan seperti pra-peradilan, penilaian hanya didasarkan pada bukti formal, tanpa mempertimbangkan keadilan yang lebih komprehensif.
Solusi Kasus Kresna Life
Pujiyono mengatakan dalam kasus Kresna Life, perlu keberanian dari aparat penegak hukum, terutama dari OJK. Menurutnya, langkah pertama adalah mempertahankan keputusan administratif, tetapi dengan memperbaiki proses administrasi sejak awal.
Pujiyono juga mengakui bahwa banyak keputusan PTUN hanya menang di atas kertas, sehingga dibutuhkan keberanian dari tim hukum OJK untuk menemukan celah dalam keputusan tersebut. Tak hanya itu, penyelesaian masalah tidak bisa hanya bergantung pada aspek administratif.
Ia menilai perlu melibatkan sektor lain, seperti menjatuhkan pidana. Akan tetapi, ia menyebutkan bahwa ancaman pidana untuk kasus-kasus seperti penipuan atau penggelapan biasanya ringan, dengan hukuman maksimal hanya lima tahun, yang tidak cukup memberikan efek jera.
“Jika (hukuman itu) tidak kemudian membuat efek jera, maka harus kemudian di sisi yang lain,” tambahnya.
Dengan demikian, demi mengatasi hal ini, Pujiyono menyarankan untuk memperluas pendekatan hukum, misalnya dengan menerapkan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan melihatnya sebagai tindak pidana utama, bukan sekadar tindak pidana pendukung.
Selain itu, Pujiyono juga menyarankan agar OJK atau pemerintah bisa melarikan kasus ini ke ranah korupsi, yang memungkinkan keterlibatan lebih besar dari penegak hukum lain. OJK bisa menggandeng Kejaksaan sejak tahap awal penanganan perkara.
“Tidak hanya dalam penuntutan tapi masuk sejak penanganan perkara. Bagaimana kemudian kalau melarikan ke sisi korupsi? Maka, jadikan ini kerugian perekonomian negara,” ujarnya.
OJK Ajukan Banding
Sebelumnya, OJK menyatakan akan menempuh langkah hukum banding ke Mahkamah Agung (MA) setelah PTUN membatalkan pencabutan izin Kresna Life. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan, OJK menghormati keputusan PTUN.
"Terkait putusan yang membatalkan sanksi kepada Kresna Asset Management dan Saudara Michael Steven, OJK akan menempuh hukum banding sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Inarno dalam konferensi pers virtual Rapat Dewan Komisaris OJK, Senin (4/3).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan pencabutan izin usaha Kresna Life justru sebagai langkah OJK dalam memprioritaskan keamanan nasabah.
"OJK akan menempuh upaya hukum banding sesuai ketentuan yang berlaku. OJK memprioritaskan kepentingan para pemegang polis secara keseluruhan," tuturnya.