BNI Sekuritas menilai terpilihnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan di Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto membawa angin segar bagi pasar obligasi domestik. Kemampuan Sri Mulyani membawa Indonesia melewati dua krisis dengan baik akan menambah kepercayaan investor di pasar obligasi.
“Rasanya beliau juga very capable untuk bisa melanjutkan amanah sebagai Menteri Keuangan terutama di fase-fase awal dari pemerintahan baru ini,” kata Head of Fixed Income BNI Sekuritas Amir Dalimunthe, dalam BNI Sekuritas Media Session“Prospek Pasar Obligasi 2024-2025” di Jakarta, Selasa (22/10).
Secara umum, BNI Sekuritas mengungkapkan terdapat tiga faktor dari dalam negeri dan maupun dari luar negeri yang memengaruhi pasar obligasi. Ketiga faktor tersebut adalah kondisi geopolitik, kebijakan fiskal, serta kebijakan bank sentral baik di dalam maupun luar negeri.
Selain tiga faktor utama ini, Amir menyebut arah kebijakan suku bunga Federal Reserve juga memberikan dampak terhadap pasar obligasi Indonesia. Sepanjang tahun ini, Fed telah beberapa kali melakukan penyesuaian terhadap proyeksi jangka panjang suku bunganya.
“Ini menimbulkan dampak yang luar biasa juga sebetulnya di imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat dan pada akhirnya ini akan berdampak ke pasar Indonesia,” ujar Amir.
Tak hanya itu, Amir juga menjelaskan obligasi pemerintah AS atau US treasury sering dijadikan tolok ukur bagi sebagian besar instrumen keuangan global, sehingga pergerakan di AS pasti memengaruhi pasar keuangan di Indonesia. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah global risk appetite atau seberapa besar keinginan investor di seluruh dunia untuk mengambil risiko dalam berinvestasi.
Amir mengatakan saat ini minat investor untuk berinvestasi pada instrumen yang berisiko tinggi masih rendah karena tingginya ketidakpastian global. Dampaknya, arus investasi global baik di pasar saham maupun pasar obligasi di Indonesia akan terpengaruh.
Ia menambahkan, tahun 2025 akan menjadi tahun penting karena investor global akan mengevaluasi gaya kepemimpinan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, khususnya terkait strategi pembiayaan yang diambil oleh pemerintah.
“Karena mengingat target (pertumbuhan ekonomi 8%) yang ingin dicapai oleh Prabowo bukan target yang mudah, tapi ini memang dibutuhkan untuk bangsa ini bisa tumbuh lebih bagus ke depannya,” kata Amir.