Transisi tugas pengawasan transaksi kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi alias Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan atau OJK terganjal oleh Rancangan Peraturan Pemerintah alias RPP.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya menyampaikan instansi masih menunggu RPP peralihan dari presiden.

“RPP sempat diusulkan menjelang pergantian kabinet. Dengan perubahan kabinet, kami perlu waktu mengonsolidasikan kembali di tingkat pimpinan,“ kata Tirta dalam acara Indonesia Blockchain Week di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta (19/11).

Peralihan tugas pengawasan transaksi kripto dari Bappebti ke OJK diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau PPSK.

Beleid itu terbit pada Desember 2022. UU ini mengamanatkan peralihan tugas terjadi 24 bulan setelah diundangkan atau pada 12 Januari 2025.

“Namun jika RPP belum terbit, maka pengawasan tetap dilakukan oleh Bappebti hingga aturan baru keluar,” ujar Tirta.

Hal itu dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat atau RDP Komisi XI DPR pada Senin (18/11). Komisi meminta OJK memastikan kesiapan infrastruktur pengawasan hingga regulasi terkait kripto. 

Anggota Komisi XI Fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo menyoroti kemungkinan tiadanya lembaga yang mengawasi transaksi kripto, bila PP tidak terbit sesuai target. 

Padahal, ada 21,27 juta investor kripto di Indonesia per September 2024 atau tumbuh 18,76% dibanding periode sama tahun lalu 17,91 juta orang.

Nilai transaksi kripto juga melejit empat kali lipat, dari Rp 7,96 triliun menjadi Rp 33,67 triliun.

“Setiap saat, aset kripto bisa saja dicuri. Penjaminan harus menjadi perhatian,” kata Andreas dalam RDP Komisi XI DPR, Senin (18/11).




Reporter: Amelia Yesidora