Skema FLPP Diubah, Perbankan akan Berperan Lebih Banyak Biayai Perumahan
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera menyatakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) langsung dari bank. Dengan demikian, kontribusi anggaran negara dalam program FLPP dapat ditekan menjadi 60%.
Sejauh ini, bank mendapatkan likuiditas dengan skema pinjaman bunga murah sebesar 1,5% dari PT Sarana Multigriya Finansial atau SMF agar bunga KPR FLPP flat 5%. Alhasil, SMF berkontribusi sebesar 25% dari total anggaran program FLPP.
Dalam skema baru, bank akan melibatkan likuiditasnya sendiri sebesar 15% dari anggaran FLPP. Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bank tetap mendapatkan fasilitas pinjaman murah dari SMF dalam penyaluran KPR FLPP.
"Namun fasilitas SMF tidak harus digunakan bank penyalur FLPP. Kalau perbankan sanggup dengan kemampuan likuiditasnya sendiri dan tidak menggunakan layanan SMF akan lebih bagus," kata Heru kepada Katadata.co.id, Kamis (30/1).
Heru mengatakan, kontribusi perbankan dalam program FLPP diharapkan lebih dari 15%. Anggaran program FLPP tahun ini mencapai Rp 28,4 triliun untuk pembangunan 220.000 unit rumah.
Heru menghitung, pelibatan SMF dapat menambah kuota FLPP menjadi 270.000 unit rumah tanpa penambahan anggaran. Sebab, subsidi negara per rumah FLPP dapat turun 12,41% dari Rp 120,09 juta per rumah menjadi Rp 105,18 juta per rumah.
Heru mengatakan pelibatan SMF dalam FLPP masih dalam tahap pembahasan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Selain itu, kontribusi anggaran negara tidak mencapai target sebelumnya atau sebesar 50%. Heru mengatakan kontribusi sampai 50% tidak dapat dilakukan oleh perbankan maupun SMF. Menurutnya, angka tersebut bisa menggerus margin perbankan karena harus mengemban biaya dana yang lebih besar.
Selain itu, Heru menilai penekanan kontribusi negara sampai 50% belum sesuai dengan bisnis perbankan saat ini. Sebab, mayoritas kredit yang disalurkan bank saat ini masih bersumber dari dana pihak ketiga dengan tenor simpan yang pendek.
"Sementara Kredit Pemilikan Rumah dalam program FLPP memiliki tenor panjang antara 10 sampai 25 tahun. Dengan kata lain, ada potensi mismatch dari likuiditas perbankan yang harus dipertimbangkan," katanya.
Heru mengatakan, penyaluran FLPP selama 100 hari pemerintahan baru telah membiayai 87.736 unit hunian. Secara rinci, FLPP untuk 37.000 rumah telah tersalurkan, sedangkan sekitar 50.000 rumah berada dalam proses konstruksi hingga telah akad.
Kuota FLPP akan habis sekitar Juli 2025 jika laju penyaluran FLPP selama 100 hari terakhir berlanjut atau sekitar 878 rumah per hari. Namun Heru optimistis penambahan kuota FLPP menjadi 270.000 unit adalah angka yang sesuai dengan permintaan di pasar.
Heru menjelaskan rata-rata potensi permintaan rumah FLPP per tahun oleh debitur yang layak hanya mencapai 275.000 unit. Oleh karena itu, penambahan kuota FLPP lebih lanjut dinilai kontraproduktif dengan kondisi pasar saat ini.
"Sebagian pemohon rumah FLPP terhambat kelayakan penyaluran kredit oleh bank lantaran kapasitas pembayaran cicilannya belum masuk," katanya.