Perhotelan menjadi salah satu sektor yang terkena pukulan telak pandemi virus corona atau Covid-19. Kebijakan pembatasan aktivitas membuat mobilitas dan keinginan masyarakat berwisata turun drastis. Imbasnya, kinerja emiten sektor perhotelan turun tajam, bahkan merugi sepanjang semester I 2020.
Saat wabah Covid-19 merebak awal tahun ini sejumlah negara memberlakukan karantina wilayah (lockdown), serta membatasi pergerakan masyarakatnya. Indonesia pun memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus ini. Pemberlakuan kebijakan ini tak pelak memukul sektor perhotelan.
Sebagai gambaran, data GDP Venture menunjukkan pada periode Januari-April 2020 terdapat 737 hotel yang tutup atau tutup sementara di lima wilayah Indonesia akibat pandemi corona. Perinciannya, sebanyak 304 hotel di Jawa Barat, 170 di Bali, dan 98 di D.I Yogyakarta. Selanjutnya, terdapat 90 hotel di Jakarta dan 75 di Nusa Tenggara Barat.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebutkan pihaknya mencatat ada 2.000 hotel di seluruh Indonesia yang menghentikan operasional bisnisnya akibat pandemi corona. Secara keseluruhan sektor perhotelan ditaksir merugi hingga Rp 30 triliun.
Hal ini jelas berpengaruh pada kinerja emiten yang bergerak di sektor perhotelan yang mengalami penurunan laba atau bahkan mencatatkan rugi bersih sepanjang semester I 2020.
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan selain tingkat okupansi yang sangat rendah selama pandemi corona, kinerja emiten perhotelan anjlok karena pendapatan dari sewa ruangan untuk acara atau event juga berkurang drastis.
"Imbasnya jelas ke pendapatan, karena di masa normal sewa ruangan untuk acara atau event ini berkontribusi cukup signifikan terhadap kinerja," kata Reza, kepada Katadata.co.id, Jumat (14/8).
Berikut ini rangkuman kinerja beberapa emiten perhotelan atau yang memiliki lini bisnis hotel sepanjang semester I 2020:
1. PT Dafam Property Indonesia Tbk
PT Dafam Property Indonesia Tbk membukukan rugi bersih sebesar Rp 11,5 miliar sepanjang semester I 2020, padahal pada periode yang sama tahun lalu perseroan mencatatkan laba sebesar Rp 2,5 miliar.
Kinerja yang buruk ini disebabkan oleh anjloknya pendapatan perseroan sepanjang paruh pertama tahun ini. Mengutip laporan keuangan, sepanjang semester I 2020 Dafam Property membukukan pendapatan sebesar Rp 35,94 miliar, anjlok 56,15% dibandingkan semester I 2019 yang sebesar Rp 81,97 miliar.
Lini bisnis hotel yang merupakan kontributor terbesar kinerja perseroan tercatat mengalami penurunan pendapatan secara signifikan. Sepanjang semester I 2020 pendapatan dari bisnis hotel tercatat sebesar Rp 19,11 miliar, turun 51,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kemudian, lini real estat juga turun dengan raihan pendapatan sebesar Rp 8,9 miliar sepanjang semester I 2020. Jumlah ini anjlok 66,61% dibandingkan semester I 2019 yang sebesar Rp 26,67 miliar.
Meski demikian, Dafam Property masih mencatatkan kenaikan pendapatan dari lini jasa manajemen perhotelan. Per 30 Juni 2020 pendapatan dari lini ini mencapai Rp 4,76 miliar, naik 31,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam keterbukaan informasi yang diunggah dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen perseroan menjelaskan penurunan kinerja disebabkan karena performa anak usaha di bidang perhotelan, yakni PT Dafam Hotel Management sangat terdampak kebijakan PSBB yang diterapkan pemerintah pusat dan daerah.
"Selain itu, kinerja dari lini usaha properti turun karena kemampuan para perusahaan penyewa untuk membayar sewa turun tajam, serta daya beli masyarakat untuk pembelian properti juga turun tajam," kata manajemen Dafam Property dalam keterbukaan informasi, (10/8).
Menghadapi pandemi corona perseroan telah melakukan sejumlah langkah efisiensi agar bisnis tidak sampai terpuruk dalam. Beberapa langkah yang diambil antara lain pemotongan gaji sebanyak 123 karyawan, penyesuaian hari dan jam kerja operasional/shift pada 282 karyawan, serta melakukan penyesuaian atas fasilitas yang diterima karyawan.
2. PT Hotel Sahid Jaya Internasional Tbk
Sepanjang semester I 2020 PT Hotel Sahid Jaya Internasional Tbk membukukan rugi bersih sebesar Rp 22,22 miliar, meningkat 11,71% dibandingkan kerugian yang dialami perseroan sepanjang semester I 2019.
Membengkaknya kerugian disebabkan karena sepanjang paruh pertama tahun ini pendapatan perseroan turun tajam. Per 30 Juni 2020 pendapatan Hotel Sahid tercatat sebesar Rp 30,99 miliar, turun 50,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dua lini bisnis utama perseroan, yakni penyewaan kamar serta penjualan makanan dan minuman tercatat turun signifikan sepanjang semester I 2020. Pada lini penyewaan kamar, Hotel Sahid hanya membukukan pendapatan Rp 10,8 miliar, anjlok 56,53% dibandingkan semester I 2019. Sedangkan dari penjualan makanan dan minuman perseroan meraup pendapatan Rp 10,45 milliar, anjlok 57,56%.
Manajemen Hotel Sahid menjelaskan penurunan kinerja ini disebabkan karena sebagian besar fasilitas usaha tidak dioperasikan selama pandemi corona, baik fasilitas kamar maupun fasilitas Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE).
"Untuk lini bisnis makanan dan minuman, dari lima fasilitas restoran hanya satu yang beroperasi," ujar manajemen Hotel Sahid dalam keterbukaan informasi, Rabu (12/8).
Kinerja Hotel Sahid sepanjang semester I 2020 cukup terbantu dengan adanya insentif pajak dari pemerintah, sehingga pada periode ini perseroan membukukan manfaat pajak sebesar Rp 69,77 juta.
Memang jumlahnya tidak besar, namun jika tidak ada insentif ini maka perseroan harus menanggung beban yang cukup besar. Sebagai gambaran, pada semester I 2019 perseroan menanggung beban pajak sebesar 951,44 juta.
Selain itu, sepanjang semester I 2020 perseroan juga mencatatkan penurunan beban pokok penjualan sebesar 51,49% menjadi Rp 11,6 miliar. Kemudian beban usaha juga tercatat turun 27,77% menjadi Rp 36,3 miliar.
Adanya insentif dan penurunan sejumlah pos beban sedikit banyak mampu menahan efek negatif dari anjloknya pendapatan Hotel Sahid. Sehingga meski masih mencatatkan rugi bersih, laju peningkatan kerugian masih bisa ditekan di bawah level 12%.
3. PT Citra Putra Realty Tbk
PT Citra Putra Realty Tbk membukukan rugi bersih sebesar Rp 36,86 miliar sepanjang semester I 2020. Jumlah ini melonjak 143,34% dibandingkan kerugian yang dibukukan pada semester I 2019 sebesar Rp 15,15 miliar.
Torehan buruk yang dialami oleh Citra Putra Realty disebabkan karena performa pendapatan perseroan turun drastis sepanjang paruh pertama tahun ini. Per 30 Juni 2020 perseroan memperoleh pendapatan sebesar Rp 32,8 miliar, turun 59,78% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 81,58 miliar.
Sepanjang semester I 2020 pendapatan Citra Putra Realty dari segmen hotel tercatat sebesar Rp 21,57 miliar, anjlok 61,77% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kemudian, pendapatan dari lini makanan dan minuman tercatat anjlok 54,52% menjadi Rp 10,71 miliar.
Kinerja Citra Putra Realty makin tertekan dengan penurunan pendapatan dari jasa giro, yang tercatat hanya Rp 8,78 juta sepanjang semester I 2020. Jumlah ini merosot 98,23% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 497,47 juta.
Kemudian, perseroan juga tidak mencatatkan pendapatan dari jasa manajemen, padahal pada semester I 2019 lini bisnis ini mampu menyumbang pendapatan sebesar Rp 4,81 miliar.
Memang, Citra Putra Realty mampu mencatatkan penurunan beban pokok pendapatan sebesar 24,51% menjadi Rp 36,91 miliar. Namun penurunan beban ini tidak sebanding dengan penurunan kinerja pendapatan perseroan, sehingga hal ini menyebabkan laba kotor tergerus menjadi rugi Rp 4,1 miliar.
Selama semester I 2020, Citra Putra Realty melakukan beberapa kebijakan untuk meminimalisir dampak negatif pandemi corona. Di antaranya adalah melakukan restrukturisasi pembayaran kewajiban perbankan dan negoisasi pembayaran hutang ke supplier.
Kemudian dari sisi efisiensi internal, perseroan memberlakukan shift dan unpaid leave bagi staff, menghentikan pekerjaan outsourcing dan pemutusan kontrak lebih awal terhadap beberapa karyawan, khususnya yang berstatus tenaga kerja asing (TKA) atau expatriat.
Beberapa langkah ini agaknya berhasil meredam dampak negatif pandemi corona, terlihat dari beban usaha Citra Putra Realty yang turun signifikan sebesar 38,16% menjadi Rp 25,75 miliar sepanjang semester I 2020. Meski demikian, hal ini tak mampu mengangkat performa perseroan secara keseluruhan.
4. PT Nusantara Properti Internasional Tbk
Sepanjang semester I 2020 PT Nusantara Properti Internasional Tbk membukukan kerugian mencapai Rp 1,93 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu perseroan mampu menorehkan laba sebesar Rp 2,89 miliar.
Per 30 Juni 2020 Nusantara Properti tercatat menorehkan kinerja pendapaan yang sangat buruk, dengan perolehan sebesar Rp 1,28 miliar. Jumlah ini merosot 89,65% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dilihat per segmen, hampir seluruh lini pendapatan perseroan mencatatkan penurunan kinerja sepanjang semester I 2020. Di lini sewa kamar, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp 847,78 juta, anjlok 92,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kemudian dari lini makanan dan minuman perseroan hanya mampu meraup pendapatan sebesar Rp 177,32 juta, anjlok 78,49% dibandingkan semester I 2019. Sementara pendapatan lainnya tercatat sebesar Rp 33,36 juta, turun 62,92% dibandingkan semester I 2019.
Sepanjang paruh pertama tahun ini hanya pendapatan lini jasa manajemen perhotelan yang tercatat tidak turun, yakni sebesar Rp 255 juta. Jumlah ini tidak mengalami perubahan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sebagai informasi, Nusantara Properti memiliki hotel, vila, dan resort di beberapa kota, selain itu perseroan juga mengelola Luna2 Seminyak di Provinsi Bali.
Nusantara Properti juga mengelola The Seri Villas di Seminyak serta sejumlah resort seperti Takabonerate Resort di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Kemudian Maratua Beach Resort di Kalimantan Utara, dan Surfer Paradise Resort di Pulau Rote.
Mengutip keterangan manajemen dalam keterbukaan informasi, imbas pandemi corona seluruh operasional perseroan di Bali ditutup total. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan Nusantara Properti turun tajam sepanjang semester I 2020.
Reza memperkirakan pemulihan industri perhotelan bergantung kepada aktivitas normal masyarakat. Itu sebabnya, pemulihan bisnis perhotelan mungkin terjadi jika vaksin Covid-19 sudah ditemukan atau masyarakat sudah kembali terbiasa hidup berdampingan dengan virus ini.
“Bisa jadi tahun depan baru pulih, ketika orang sudah terbiasa pandemi atau vaksin sudah ditemukan. Sehingga liburan orang kembali normal,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memprediksi kinerja sektor perhotelan baru pulih pada tahun depan. Usai pandemi virus corona mereda, saat itulah masyarakat baru mulai memperbaiki usahanya.
Ia mengatakan sektor pariwisata merupakan sektor yang paling parah menerima dampak negatif virus corona. Padahal, jika saja pandemi tersebut tidak muncul, maka sektor pariwisata memiliki prospek gemilang tahun ini.
“Perhotelan merupakan bisnis yang paling terdampak pandemi corona dan pemulihan juga membutuhkan waktu lama, mungkin baru tahun depan,” kata Hans kepada Katadata.co.id.