PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) resmi mengakuisisi seluruh saham PT Bank Interim Indonesia atau yang sebelumnya bernama PT Bank Rabobank International Indonesia. BCA menembus seluruh saham Bank Interim dengan mahar mencapai Rp 643,65 miliar.
Pengalihan saham Bank Interim dilakukan akhir pekan lalu, Jumat 25 September 2020. BCA telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penyertaan modal, akuisisi, serta kemampuan dan kepatutan (fit and proper).
Dengan rampungnya akuisisi ini, BCA resmi memiliki 99,99% saham Bank Interim. Lalu sisa sahamnya, dimiliki oleh anak usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh BCA secara langsung dan tidak langsung, yaitu PT BCA Finance.
Nilai akuisisi Bank Interim ini sebenarnya lebih besar dari rencana awal. Namun, saat transaksi dilakukan, nilainya membesar menjadi sekitar Rp 500 miliar.
Saat itu, dijelaskan, nilai akhir aksi korporasi yang disepakati akan mengacu kepada nilai ekuitas Rabobank yang disesuaikan pada saat pelaksanaan akuisisi. Premium aksi akuisisi bersifat tetap, sebesar US$ 20,5 juta atau sekitar Rp 287,5 miliar.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan kenaikan nilai akuisisi tersebut memang bisa saja terjadi. Angka yang muncul sebelumnya hanya harga perkiraan. "Karena waktu menghitung Rp 500 miliar, baru perkiraan. Belum disetujui bersama," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).
Manajemen BCA sempat mengungkapkan akuisisi ini akan didanai melalui modal sendiri dari dana yang tersimpan sebagai laba ditahan atau retained earnings. BCA menjamin, pendanaan tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun.
Berdasarkan laporan bulanan Bank Interim per Agustus 2020, total ekuitasnya senilai Rp 343,14 miliar. Sementara, total aset Bank Interim pada periode yang sama senilai Rp 371,19 miliar.
Rencana Merger dengan BCA Syariah
Dengan adanya aksi korporasi ini, manajemen BCA menegaskan dukungannya pada program konsolidasi sektor perbankan Indonesia. Sebab, BCA bakal menggabungkan (merger) Bank Interim dengan PT Bank BCA Syariah untuk memperkuat posisi keuangan anak usahanya.
Jahja mengatakan BCA Syariah akan menjadi perusahaan penerima penggabungan (surviving entity). Ia berharap realisasi merger ini bisa sesegera mungkin dilakukan. "Tentunya sesuai prosedur dan izin dari regulator," katanya.
Sebelumnya, Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengungkapkan target merger kedua bank tersebut bisa terealisasi pada awal tahun depan. BCA melihat, pasar syariah di dalam negeri masih sangat besar, meski banyak pesaing. Vera menilai, kesempatan masih terbuka terutama untuk segmen komersial dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
Vera menyatakan, rencana tersebut bukan untuk bersaing dengan bank syariah milik pemerintah yang juga akan merger. Selama ini, BCA memang selalu membidik pertumbuhan bisnis BCA Syariah, baik melalui cara organik maupun non-organik. "Aset BCA syariah di kisaran Rp 8 triliun. Dibandingkan BUMN, kami jauh lebih kecil," katanya.
Berdasarkan laporan bulanan, hingga Agustus 2020, BCA Syariah mampu mencatatkan kinerja yang positif. Tercatat, BCA Syariah mampu mengantongi laba bersih senilai Rp 38,27 miliar atau tumbuh 14,2% dibandingkan periode sama 2019 yang Rp 33,51 miliar.
Kenaikan laba bersih itu dimotori oleh pendapatan dari penyaluran dana Rp 454,24 miliar, tumbuh 12,92% dari Rp 402,28 miliar. Mayoritas pendapatan ini berasal dari bagi hasil yang mencapai Rp 232,37 miliar atau tumbuh hingga 27,24% dari Rp 182,63 miliar.
BCA Aktif Akuisisi Bank Kecil
Belum genap satu tahun, BCA sudah merampungkan dua akuisisi bank, seperti yang tertera dalam rencana bisnis bank (RBB) sejak 2019. Selain Bank Interim, BCA resmi mengakuisisi 99,99% saham PT Bank Royal Indonesia pada 31 Oktober 2019 sejalan dengan keluarnya persetujuan dari OJK. Nilai akuisisi Bank Royal mencapai Rp 988,04 miliar pada saat itu.
BCA melakukan akuisisi bank kecil dengan tujuan agar lebih fleksibel dalam melayani nasabah. Bank Royal yang dulunya bernama Bank Rakyat Parahyangan fokus pada segmen usaha kecil dan menengah. Sementara, di bawah pemilik baru, Bank Royal akan fokus menjadi bank digital.
Sebelum mengakuisisi kedua bank ini, BCA memang sudah beberapa kali melakukan akuisisi. Pada 2009, BCA juga pernah mengakuisisi PT Bank Utama Internasional Bank yang nilainya mencapai Rp 248,26 miliar. Bank ini yang bertransformasi menjadi BCA Syariah saat ini.
Lalu, pada 2017 BCA juga menuntaskan akuisisi 100% saham PT Central Santosa Finance (CSF) dari PT Multikem Suplindo. Sebelumnya, perusahaan memiliki 70% saham CSF. Akuisisi 30% saham itu setara dengan Rp 90 ribu lembar saham dengan nilai transaksinya mencapai Rp 220 miliar.
Akuisisi yang dilakukan oleh BCA dalam setahun terakhir, menjadi salah satu dari banyaknya aksi korporasi berupa pembelian saham. Namun, dalam beberapa waktu terakhir ini, bank asinglah yang banyak melakukan pembelian pada saham bank nasional.
Masih segar dalam ingatan, awal bulan ini, bank asal Korea Selatan KB Kookmin Bank Co., Ltd resmi menguasai 67% saham PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) melalui skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias private placement. Hal ini, membuat pemilik saham lain terdilusi, seperti publik menjadi 18,14%, Bosowa Corporindo dengan kepemilikan 11,68%, dan Negara Republik Indonesia dengan kepemilikan 3,18%.
Selain itu, Bangkok Bank juga resmi mencaplok seluruh saham milik PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered di PT Bank Permata Tbk, masing-masing sebanyak 12,49 miliar saham atau 44,56%. Transaksi itu disepakati pada harga Rp 1.346,97 per saham, sehingga total nilai transaksi mencapai Rp 33,66 triliun.
Selain realisasi, ada juga pihak asing yang sudah berencana untuk melakukan akuisisi bank di dalam negeri. Perusahaan asal Taiwan, Cathay Life Insurance berencana menambah kepemilikannya atas di PT Bank Mayapada Tbk, hingga nantinya menjadi pemegang saham mayoritas.
Saat ini anak usaha Cathay Financial Holding ini tengah melakukan perhitungan terkait besaran porsi saham yang bakal diambil alih. Mengutip informasi pada RTI Infokom, saat ini porsi kepemilikan Cathay Life di Bank Mayapada tercatat sebesar 37,33%.
Perusahaan Thailand lain, Kasikorn Vision Company Limited atau KVision berencana mengakuisisi PT Bank Maspion Indonesia Tbk. Sebelumnya, induk usaha KVision, yakni Kasikornbank Public Company telah memiliki saham di Bank Maspion, sebesar 9,99%.