Tambahan Dana PEN Saat Kredit Lesu, Bagaimana Strategi Bank?

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Safrezi Fitra
29/9/2020, 21.05 WIB

Pemerintah menambah penempatan uang negara di perbankan milik negara (Himbara) Rp 17,5 triliun dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada tahap II. Pada tahap I, dana yang ditempatkan di Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN mencapai Rp 30 tiliun. Pada tahap II, penempatan dana sebelumnya diperpanjang dan ditambah menjadi Rp 47,5 triliun.

Jangka waktu penempatan dana ini lebih lama dari sebelumnya. Penempatan tahap I berjangka tiga bulan sejak Juni. Pada penempatan uang negara tahap II, jangka waktunya 3 bulan lebih 20 hari menyesuaikan dengan kondisi akhir 2020 dan adanya cuti bersama.

Besaran bunga deposito dari penempatan dana tahap II ini hanya 2,8%, lebih rendah dari gelombang pertama yang mencapai 3,42%. Dengan mendapatkan dana murah ini, pemerintah berharap bank-bank tersebut bisa menggenjot penyaluran kredit dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Dari dana yang ditempatkan Rp 47,5 triliun, bank-bank negara ini ditargetkan mampu menyalurkan kredit hingga Rp 142,5 triliun.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyangsikan target ini akan tercapai. Saat ini, permintaan kredit rendah dan risiko kredit tinggi. Kondisi ini akan membuka potensi kredit macet bertambah.

“Seharusnya bank lebih selektif menyalurkan kredit untuk meminimalisasi risiko. Kredit yang ada saja direstrukturisasi, ini malah disuruh menyalurkan kredit,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).

Menurutnya, di tengah pandemi ini sektor usaha banyak yang mengalami penurunan. Mereka belum tidak membutuhkan kredit saat ini. Memang ada beberapa sektor yang masih bisa bertahan dan mengalami kenaikan seperti bisnis farmasi, alat kesehatan, dan sebagian logistik. Namun, kenaikannya tidak bisa menutupi sektor-sektor lain yang mengalami penurunan.

“Jadi secara keseluruhan, tidak akan ada peningkatan kredit di tengah kondisi sekarang, karena penurunannya lebih besar,” ujarnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) penyaluran kredit perbankan pada Agustus 2020 hanya tumbuh 1,4%. Angka pertumbuhannya melambat dibandingkan penyaluran kredit pada Juli yang mencapai 1,53%.

Sebaliknya, likuiditas bank sedang besar. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan nasional hingga Agustus 2020 tercatat naik 11,64% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini merupakan lonjakan yang cukup besar.

Lantas bagaimana strategi bank-bank negara dalam menggenjot penyaluran kredit di tengah permintaan yang rendah, likuiditas besar dan risiko yang tinggi?

Logo dan Gedung Bank BRI (Arief Kamaludin|KATADATA)


 

BRI

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mendapat penempatan uang negara dalam program PEN sebesar Rp 15 triliun. Selain memperpanjang penempatan dana sebelumnya Rp 10 triliun, pemerintah memberikan tambahan Rp 5 triliun dalam program PEN tahap kedua ini. Dari dana yang ditempatkan tersebut, BRI ditargetkan bisa menyalurkan kredit hingga tiga kali lipat atau Rp 45 triliun dalam tiga bulan.

Pada tahap 1, penyaluran kredit BRI dari penempatan dana pemerintah berhasil melampaui target kepada UMKM. BRI pun sudah mengembalikan penempatan deposito pemerintah sebelumnya Rp10 triliun pada 25 September 2020.

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan perusahaannya telah menyiapkan berbagai strategi untuk menjaga kualitas kredit. Beberapa di antaranya proaktif melakukan restrukturisasi terhadap kredit terdampak pandemi.

Kemudian melakukan ekspansi kredit secara selektif pada segmen yang rendah risiko (lower risk). Segmen tersebut di antaranya usaha mikro dan sektor-sektor yang tidak terdampak pandemi, seperti pertanian, perdagangan sembako, makanan & minuman serta kesehatan.

“BRI juga secara aktif turut serta dalam implementasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) seperti penyaluran subsidi bunga kredit umkm dan penyaluran kredit umkm dengan skema penjaminan,” ujarnya kepada Katadata.co.id. Program ini diharapkan memberi dampak positif bagi pemulihan bisnis debitur maupun bagi bank dalam hal menjaga kualitas kredit.

Gedung Bank Mandiri (Arief Kamaludin|KATADATA)

Bank Mandiri

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mampu menyalurkan kredit dari penempatan dana negara tahap 1 hingga melampaui target. Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Tbk Hery Gunardi menjelaskan realisasi penyaluran kredit program PEN hingga 25 September mencapai Rp 39,04 triliun atau 30% di atas target.

Bank Mandiri telah menyalurkan dana PEN ke pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga mencapai 124.958 debitur senilai Rp 18,79 triliun. Menurut Hery, penyerapan permodalan untuk UMKM diperlukan guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional seperti saat ini.

Pada tahap II ini, Bank Mandiri mendapat jatah Rp 15 triliun. Artinya, bank ini harus bisa menyalurkan kredit Rp 45 triliun. Bank Mandiri optimistis penyaluran kredit program PEN bisa mencapai target. Kami segera menyalurkannya, dalam upaya untuk mengakselerasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN),” kata Hery dalam keterangannya, Senin (29/9).

Penyaluran program PEN Bank Mandiri dilakukan ke berbagai sektor antara lain sektor pendukung industri Pertanian, FMCG (Fast Moving Consumer Goods), Jasa, Perdagangan dan sektor lainnya yang terdampak Covid-19, termasuk sektor padat karya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.

BNI (Arief Kamaludin|KATADATA)

BNI

PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BBNI) telah menyalurkan kredit senilai Rp 16,39 triliun kepada 63.573 debitur dari penempatan dana pemerintah dalam program PEN. Realisasi ini sudah melampaui harapan pemerintah yakni tiga kali nilai penempatan dana negara atau Rp 15 triliun.

Berdasarkan segmentasinya, kredit PEN ini mayoritas diberikan kepada segmen kecil dengan nilai kredit Rp 10,75 triliun kepada 63.530 debitur. Kredit PEN yang disalurkan kepada pelaku usaha segmen menengah hanya Rp 812 miliar dari 20 debitur.

Corporate Secretary BNI Melly Meiliana mengatakan perusahaannya terus berkomitmen menyalurkan kredit untuk mendukung program pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi virus corona. Untuk memitigasi risiko kredit, BNI mengupayakan pertumbuhan kredit secara selektif dan prinsip kehati-hatian

“Dengan tetap memperhatikan track record debitur, prospek usaha, serta kemampuan membayarnya. Kami juga melakukan monitoring yang cukup ketat terhadap debitur kami yang terdampak wabah,” ujarnya kepada Katadata.co.id.

Melly mengatakan BNI menentukan segmen yang menjadi prioritas penyaluran kredit. Prioritas ini antara lain yang terkait usaha yang berorientasi ekspor, padat karya, dan menjadi penopang ketahanan pangan. Dalam menyalurkan kredit BNI juga tidak hanya terpaku pada salah satu sektor. Kondisi masing-masing debitur sangat menentukan dalam penyaluran Kredit di tengah pandemi ini.

“Kami melihat beberapa sektor yang prospektif antara lain telekomunikasi, agrikultur, makanan dan minuman, hingga industri kesehatan yang relatif memiliki ketahanan yang baik di tengah pandemi,” ujarnya.

BTN.2.jpg (KATADATA/)

BTN

Pada tahap I, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) ditargetkan mampu menyalurkan kredit program PEN sebesar Rp 15 triliun. Hingga 31 Agustus 2020, realisasi baru Rp 9,42 triliun atau 62,8% dari target. Direktur Utama Bank BTN, Pahala Nugraha Mansury mengatakan penyaluran pembiayaan hingga 25 September 2020 diproyeksikan mencapai Rp 15,38 triliun atau 102,5% dari target.

Segmen terbesar dari penerima pembiayaan tersebut adalah KPR subsidi yakni untuk 28.807 debitur senilai Rp 3,99 triliun. Dana itu setara 26% dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan. Kemudian segmen KPR non-subsidi dan kredit konsumer lainnya yang mencakup 12.944 debitur senilai Rp 3,38 triliun atau setara 22% dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan. Segmen konstruksi dan kredit komersial lainnya sebanyak 2.454 debitur senilai Rp 2,85 triliun (18,5%) dan kredit ke BUMN untuk 49 debitur senilai Rp 5,15 triliun (33,5%).

Dia menjelaskan berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat mencapai target realisasi tersebut. Banyak tantangan yang harus dihadapi, di antaranya penyelesaian pembangunan rumah KPR yang terhambat karena ketidaktersediaan fasilitas seperti listrik dan air, serta jalan dan saluran.

Di masa pandemi Covid-19 ini juga ada penurunan daya beli. Selain itu, BTN menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit, khususnya terhadap calon debitur yang terdampak Covid-19.

Dari penempatan dana pemerintah pada tahap kedua Rp 10 triliun, BTN harus bisa menyalurkan kredit hingga tiga kali lipat atau Rp 30 tiliun. BTN optimistis penyaluran kredit dari program PEN ini bisa capai target. Menurut Nixon, target ini sesuai dengan proyeksi BTN hingga akhir tahun.

 “Kalau melihat booking kredit bulanan di agustus sudah lebih baik dibandingkan Juni dan Juli. Walau memang masih di bawah angka kondisi normal. Kita lihat tren bulanannya yang penting membaik dulu,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).

Di Indonesia masih banyak masyarakat yang membutuhkan rumah. Hal itu ditandai masih ada backlog sebesar 11,4 juta berdasarkan kepemilikan dan 7,6 juta berdasarkan hunian. Tentu masih besarnya backlog ini membuka peluang ekspansi bisnis properti.

Tingginya backlog ini juga menunjukkan masih besarnya ruang untuk penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR). "Ini menunjukkan adanya prospek dan juga kebutuhan atau permintaan yang masih sangat tinggi," kata Pahala.

Reporter: Ihya Ulum Aldin