Terdakwa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hary Prasetyo mengaku telah melakukan manipulasi laporan keuangan atau window dressing sejak masa jabatannya pada 2008. Namun, pengakuan Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2008-2018 tersebut, dinilai bukan satu-satunya penyebab Jiwasraya memiliki ekuitas negatif.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai ada faktor lain penyebab ekuitas negatif hingga Rp 37,6 triliun per Juli 2020, yaitu adanya produk-produk asuransi dengan bunga pasti yang tinggi. Salah satunya, produk JS Saving Plan yang memiliki bunga pasti mulai dari 7% hingga 10% net per tahun.
"Sudah menjadi fakta, Jiwasraya sudah megap-megap sejak 2017. Saat itu juga sudah banyak nasabah yang mencium JS Saving Plan masuk dalam kategori ponzi," katanya lewat siaran pers, Rabu (30/9).
Skema Ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya. Ini bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan usaha.
Menurut Boyamin, manajemen Jiwasraya yang menjadi terdakwa kasus korupsi, menempatkan portofolio investasi Jiwasraya pada saham-saham berkualitas rendah. Investasi itu, baik secara langsung atau dibungkus dengan reksadana perusahaan milik terdakwa lainnya yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
Sementara aset likuid yang selama ini dimiliki Jiwasraya, telah habis karena tren pencairan klaim JS Saving Plan telah menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak awal 2017. Akibatnya, manajemen Jiwasraya sudah tidak memiliki aset yang likuid untuk menutup klaim yang besar saat nasabah ingin mencairkan dana investasinya.
Setelah tidak memiliki aset yang likuid itu lah yang menyebabkan Jiwasraya mengumumkan gagal bayar dalam surat bertanggal 15 Oktober 2018 kepada nasabah, dimana saat itu yang menjabat sebagai Direktur Utama asuransi milik pemerintah adalah Asmawi Syam.
"Pengumuman itu memang harus diungkap ke publik oleh manajemen baru untuk menenangkan nasabah yang polisnya jatuh tempo," katanya.
Mengutip dari Antara, terdakwa Hary Prasetyo yang dituntut penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar tersebut mengungkapkan, penyebab kerugian yang dialami Jiwasraya saat membacakan nota pembelaan (pledoi), Selasa (29/9). Manipulasi itu dilakukan bersama dengan Mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim.
Upaya manipulasi laporan keuangan tersebut dilakukan atas sepengetahuan jajaran Kementerian BUMN selaku pemegang saham dan pejabat Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) yang kini bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Salah satu nasabah Jiwasraya bernama Machril, ingin terdakwa diberi hukuman yang seberat-beratnya. Menurutnya, terdakwa membuat masyarakat Indonesia menjadi tidak percaya terhadap industri asuransi karena menjadi ketakutan.
"Jadi perlu dihukum seberat-beratnya supaya menjadi efek jera dan tidak ada kejadian seperti Jiwasraya lagi," katanya kepada Katadata.co.id, Jumat (25/9).
Ia sangat berharap Kejaksaan Agung menyita aset para terdakwa agar menjadi milik negara dengan harapan bisa menjadi salah satu sumber dana pengembalian dana investasi kepada nasabah Jiwasraya. Meski, Ia sadar aset sitaan tidak bisa langsung dicairkan untuk menutupi utang polis Jiwasraya.
Saat ini, pihak Jiwasraya, pemegang saham yang merupakan pemerintah, dan Panitia Kerja Dewan Perwakilan Rakyat tengah membahas terkait restrukturisasi pemegang polis. "Kami masih mendiskusikan perihal skema restrukturisasi dan menunggu hasil keputusan Panja Komisi VI DPR," kata Sekretaris Perusahaan Jiwasraya Kompyang Wibisana kepada Katadata.co.id, Jumat (18/9).
Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan, nantinya semua produk asuransi di Jiwasraya direstrukturisasi, baik polis tradisional maupun produk JS Saving Plan. Dia menjelaskan akan menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan.
"Dilihat juga cost of fund-nya, tidak hanya bunga. Intinya nantinya akan ditukar dengan produk baru," kata Hexana, Juli lalu.
Saat ini, pihak Jiwasraya sebagai perusahaan milik negara, bersama Kementerian BUMN tengah menggodok skema restrukturisasi. Fokus dari restrukturisasi adalah, pengurangan nilai pokok dan penurunan bunga, dari sekitar 12-14% menjadi kisaran 6-7%.