BCA Syariah Pecah Nominal Saham Sebelum Merger dengan Bank Interim

Arief Kamaludin (Katadata)
BCA
Penulis: Ihya Ulum Aldin
12/10/2020, 16.23 WIB

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjabarkan secara detail soal rencana penggabungan (merger) anak usahanya PT Bank BCA Syariah dan PT Bank Interim Indonesia. Bank Interim sebelumnya bernama PT Bank Rabobank International Indonesia yang baru selesai diakuisisi pada 25 September 2020 lalu.

Berdasarkan prospektus yang BCA terbitkan pada Senin (12/10), BCA Syariah yang menjadi bank hasil penggabungan, akan melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dari 1 saham menjadi 1.000 saham. Sehingga nilai nominal saham yang semula Rp 1 juta untuk setiap lembar saham menjadi Rp 1.000 untuk setiap lembar saham.

"Pemecahan saham tersebut akan dimintakan persetujuan dalam RUPS yang menyetujui penggabungan, yang mana pemecahan saham tersebut akan efektif pada tanggal efektif penggabungan," seperti dikutip dari prospektus tersebut.

Setelah pemecahan nilai nominal saham BCA Syariah, maka seluruh pemegang saham Bank Interim berhak atas saham hasil konversi sejumlah 258,88 juta saham di BCA Syariah. Jumlah ini mewakili 11,48% dari saham bank hasil penggabungan.

"Dengan begitu, saham hasil konversi tersebut akan didistribusikan ke BCA sebesar 258,88 juta unit saham dan BCA Finance sebesar 70 unit saham," seperti dikutip dari prospektus.

Adapun, untuk menentukan nilai pasar wajar 100% saham Bank Interim per 31 Juli 2020, KJPP berpendapat nilai pasar wajar Bank Interim sebanyak 3,71 juta lembar saham adalah sebesar Rp 312,98 miliar atau setara dengan Rp 84.156 per saham.

Seperti diketahui, BCA resmi mengakuisisi seluruh saham Bank Interim dengan mahar mencapai Rp 643,65 miliar. Pengalihan saham Bank Interim dilakukan akhir pekan lalu, Jumat 25 September 2020. BCA telah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penyertaan modal, akuisisi, serta kemampuan dan kepatutan (fit and proper).

Dengan rampungnya akuisisi ini, BCA resmi memiliki 99,99% saham Bank Interim. Lalu sisa sahamnya, dimiliki oleh anak usaha yang seluruh sahamnya dimiliki oleh BCA secara langsung dan tidak langsung, yaitu PT BCA Finance.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan BCA Syariah akan menjadi perusahaan penerima penggabungan (surviving entity). Ia berharap realisasi merger ini bisa sesegera mungkin dilakukan. "Tentunya sesuai prosedur dan izin dari regulator," katanya kepada Katadata.co.id.

BCA Syariah merupakan hasil konversi dari PT Bank Utama Internasional Bank yang diakuisisi oleh BCA di tahun 2009. Pada awalnya Bank UIB merupakan bank yang kegiatan usahanya sebagai bank umum konvensional, kemudian mengubah kegiatan usahanya menjadi bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Oleh karena itu Bank UIB mengubah namanya menjadi BCA Syariah dan menyesuaikan seluruh ketentuan dalam anggaran dasarnya menjadi sesuai dengan bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

BCA mengakui kondisi perekonomian global yang kurang kondusif terutama dengan adanya pandemi Covid-19 menjadi tantangan besar bagi seluruh dunia usaha termasuk di BCA Syariah (BCAS). Di tengah iklim yang kurang kondusif tersebut BCAS tetap berupaya untuk tumbuh dengan tetap menjaga kualitas aset yang dimiliki Bank.

Dari sisi eksternal, BCAS secara konsisten berupaya untuk terus mencermati perkembangan kondisi perekonomian dan peluang pertumbuhan bisnis yang ada. Per 31 Juli 2020, total aset BCA Syariah tercatat sebesar Rp 8,57 triliun atau tumbeh 24,02% dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 6,91 triliun.

Pada periode yang sama, pembiayaan tercatat senilai Rp 5,67 triliun atau tumbuh 18,04% dari periode sama sebelumnya senilai Rp 4,8 triliun. Tingkat pembiayaan macet alias non-performing financing terbilang sehat karena berada di angka 0,52% secara gross.

Sementara dari Dana Pihak Ketiga tercatat sebesar Rp 6,07 triliun atau tumbuh 10,13% dari periode sama sebelumnya senilai Rp 5,51 triliun. Laba sebelum pajak BCA Syariah senilai Rp 42,67 miliar atau tumbuh 8,41% dari sebelumnya. Sementara, laba bersih tercatat senilai Rp 33,28 miliar atau tumbuh 12,72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.